Wacana Gibran Berkantor di Papua, Masyarakat Adat Langsung Bunuh Puluhan Babi: Pertanda Orang Rakus Akan Datang!

- Kamis, 10 Juli 2025 | 14:05 WIB
Wacana Gibran Berkantor di Papua, Masyarakat Adat Langsung Bunuh Puluhan Babi: Pertanda Orang Rakus Akan Datang!

PR pertama Gibran adalah mengubah pendekatan ini. 


Ia harus memastikan setiap proyek pembangunan tidak hanya megah secara fisik, tetapi juga lahir dari musyawarah dan partisipasi aktif masyarakat adat, bukan menjadikan mereka penonton di tanahnya sendiri.


2. Menjawab Tuntutan Dialog, Bukan Hanya Operasi Militer


Selama bertahun-tahun, pendekatan keamanan menjadi respons utama Jakarta terhadap gejolak di Papua. 


Ribuan tentara dikirim, pos-pos militer didirikan, dan label separatis mudah disematkan. 


Namun, pendekatan ini terbukti gagal memadamkan api konflik.


Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sembom, dengan tegas menyangsikan langkah pemerintah. 


Ia menyebut "percuma." Menurutnya, kunci penyelesaian masalah ada di meja perundingan.


"Dengan mengedepankan operasi militer, justru pemerintah Indonesia sendiri yang mempercepat Papua [untuk] merdeka," kata Sebby.


Ia menegaskan, apa pun keputusan pemerintah pusat soal Papua "akan berakhir percuma selama perundingan tidak dilakukan."


PR kedua Gibran adalah memiliki keberanian untuk membuka ruang dialog yang tulus dan setara. 


Ini sejalan dengan pandangan peneliti BRIN, Adriana Elisabeth, yang menyebut dialog adalah satu-satunya cara damai.


"Negosiasi itu mendengar. Mendengar apa keberatannya orang Papua. Apa persoalannya? Kenapa negara melakukan ini? Kenapa orang Papua selalu menolak?" kata Adriana.


3. Menyelesaikan 'Dosa' Lingkungan dan Pelanggaran HAM


Pembangunan masif di era Jokowi ternyata meninggalkan konsekuensi ekologis yang tidak kecil. Laporan Auriga Nusantara mengungkap, periode pertama pemerintahan Jokowi (2015-2019) menyumbang deforestasi paling banyak, mencapai hampir 300 ribu hektare. 


Ekspansi perkebunan sawit dan proyek lumbung pangan mengancam ekosistem dan hutan adat.


Di sisi lain, pendekatan keamanan juga menyisakan luka pelanggaran HAM. 


Data dari TAPOL menunjukkan, antara 2019 hingga 2023, lebih dari 300 orang Papua ditangkap dengan tuduhan makar.


PR ketiga Gibran adalah membuktikan bahwa pembangunan kali ini tidak akan mengorbankan lingkungan dan hak asasi manusia. 


Ia harus berani melakukan audit lingkungan terhadap proyek-proyek yang berjalan dan memastikan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan pendapatnya.


4. Membuktikan Kualifikasi di Tengah Skeptisisme


Penunjukan Gibran tak lepas dari skeptisisme. Pengalamannya yang relatif baru di panggung politik nasional membuat banyak pihak meragukan kemampuannya menangani isu sepelik Papua. 


Keraguan ini disuarakan langsung oleh TPNPB-OPM.


"Apa kualifikasinya untuk selesaikan masalah di Papua? Tidak mungkin berhasil," cetus Sebby Sembom.


PR keempat dan mungkin yang paling personal bagi Gibran adalah membuktikan bahwa ia mampu. 


Ini bukan lagi soal melanjutkan program pendahulunya, seperti yang pernah dilakukan Wapres Ma'ruf Amin sebagai Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP). Ini adalah tentang menciptakan terobosan.


Gibran harus turun langsung, mendengar, dan merasakan denyut nadi masyarakat Papua. 


Bukan hanya dalam kunjungan seremonial, tetapi dalam dialog-dialog substantif yang mungkin tidak nyaman.


Pada akhirnya, suara perlawanan dari masyarakat adat seperti Yasinta Moiwend akan menjadi tolok ukur keberhasilannya.


"Sampai kapan pun, saya akan melawan. Saya akan melawan. Dan kami tidak akan rela untuk berikan tanah kami," tegas Yasinta.


Sumber: Fajar


Halaman:

Komentar