Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh sebuah tren tarian unik yang
dikenal sebagai tarian “Bagi-Bagi THR.” Tarian ini ramai digunakan menjelang
momen Lebaran dalam video-video pendek di platform seperti TikTok dan
Instagram.
Gerakannya yang enerjik, sederhana, dan mudah diikuti membuat tarian ini
dengan cepat menyebar dan menjadi hiburan tersendiri bagi warganet. Bahkan
dari kalangan anak-anak hingga lansia pun mengikuti tarian ini.
Nuansa ceria yang ditampilkan dalam tarian ini juga seolah merepresentasikan
kegembiraan masyarakat dalam menyambut hari raya Idul Fitri dan momen
berbagi Tunjangan Hari Raya (THR).
Namun di balik popularitasnya, tarian ini tidak luput dari kontroversi.
Sejumlah pengguna media sosial mempertanyakan asal-usul gerakan tarian
tersebut, bahkan menyebutnya mirip dengan Hora—tarian tradisional Yahudi
yang biasa dilakukan secara berkelompok dalam formasi lingkaran sambil
berpegangan tangan.
Tarian Hora dikenal luas dalam berbagai perayaan Yahudi, seperti pernikahan
dan acara keagamaan, serta menampilkan ritme cepat dan gerakan kaki yang
khas.
Dugaan ini semakin menguat karena sejumlah video tren “Bagi-Bagi THR”
diiringi musik berirama Timur Tengah, yang secara sekilas terdengar mirip
dengan musik khas Israel atau Yahudi.
@wajahlangsaa waduh😅😅😅 #2025 #fyp #langsa #wajahlangsa #CapCut #aceh #viral #yahudi ♬ suara asli - Wajah Langsa
Spekulasi ini memunculkan berbagai reaksi. Ada yang memperingatkan agar
masyarakat berhati-hati dalam mengikuti tren yang tidak jelas asal-usulnya,
sementara yang lain justru membelanya sebagai bentuk ekspresi kreatif
semata. Narasi bahwa tren ini merupakan bentuk “infiltrasi budaya” pun
sempat muncul di beberapa forum diskusi daring, meski tanpa bukti kuat.
Namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, terungkap fakta
mengejutkan bahwa tarian yang digunakan dalam tren “Bagi-Bagi THR” bukanlah
berasal dari budaya Yahudi maupun Timur Tengah, melainkan dari Finlandia.
Nama tarian tersebut adalah Letkajenkka atau Letka Jenkka, sebuah tarian
rakyat yang populer di Finlandia sejak abad ke-19.
Baca Juga:Panduan Lengkap Zakat Fitrah: Besaran yang Dibayarkan, Niat, dan
Doa untuk Wilayah Jawa Tengah
Tarian ini merupakan bentuk modern dari Jenkka, yang merupakan turunan dari
schottische, tarian rakyat Eropa yang juga dikenal di wilayah Skandinavia
dan Jerman.
Letkajenkka memiliki ciri khas gerakan melompat-lompat secara ritmis yang
dilakukan secara serempak dalam barisan. Tarian ini mulai dikenal lebih luas
ke seluruh dunia pada tahun 1960-an setelah lagu “Letkis” ciptaan Rauno
Lehtinen menjadi hits di berbagai negara.
Gerakan yang repetitif dan musik yang ceria membuat Letkajenkka menjadi
sangat cocok untuk dimainkan dalam format video pendek, seperti yang kini
marak di TikTok.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya lintas negara bisa menyatu dan
mengalami transformasi makna dalam era digital. Meskipun berasal dari Eropa,
Letkajenkka kini mendapatkan “kehidupan baru” sebagai bagian dari ekspresi
kreatif anak muda Indonesia.
Dalam konteks budaya digital, makna suatu simbol atau gerakan bisa berubah
tergantung pada bagaimana publik memaknainya. Tren “Bagi-Bagi THR” adalah
contoh nyata bagaimana budaya bisa mengalami percampuran lintas batas tanpa
harus kehilangan makna lokalnya.
Kejadian ini sekaligus menjadi pengingat bagi publik agar tidak terburu-buru
menarik kesimpulan atau menyebarkan dugaan yang belum terverifikasi.
Di era banjir informasi, verifikasi fakta menjadi sangat penting, terutama
saat informasi tersebut dapat memicu polemik atau kesalahpahaman budaya.
Jadi, sebelum terjebak dalam hoaks budaya, ada baiknya kita berhenti sejenak
dan mencari tahu asal-usulnya terlebih dahulu.
Dengan memahami asal-usul tarian Letkajenkka, kita bisa melihat bahwa tren
“Bagi-Bagi THR” bukan sekadar hiburan semata, tetapi juga bagian dari proses
pertukaran budaya global yang berlangsung secara alami dan dinamis di era
digital.
Sumber:
suara
Foto: Kolase Tarian bagi-bagi THR yang viral di media sosial. [TikTok]
Artikel Terkait
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Polisi Tangkap Pembunuh Ibu Kandung di Wonogiri
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.