Yang mencemaskan justru kesederhanaan cara pandangnya. Bioenergi bisa berubah jadi monster bila hanya dijadikan jalan pintas, bukan pilihan yang dihitung risikonya. Menanam sawit, tebu, atau singkong di Papua mungkin tak jadi masalah seandainya seluruh Papua adalah padang tandus. Seandainya penegakan hukumnya bekerja. Kenyataannya? Tidak.
Kita sudah punya contoh nyata: Sumatra. Eksperimen besar-besaran di sana sudah berakhir dengan keruntuhan ekologis yang masif. Kini, rakyat Sumatra yang harus menanggung akibatnya.
Di mata kekuasaan, sawit selalu dibungkus dengan narasi indah: pembangunan, lapangan kerja, ketahanan energi. Perkebunan dijadikan alat fiskal sumber rente, alat beli loyalitas, dana kampanye. Ekologi? Itu urusan kesekian.
Dalam sistem yang pengawasannya lemah dan hukumnya tumpul, hutan dengan mudah berubah jadi hadiah politik.
Di Papua, risikonya jelas lebih mengerikan. Hutannya lebih luas. Masyarakat adatnya lebih rentan terhadap intimidasi dan kekerasan. Perlindungan hukum bagi mereka hampir tak terdengar. Begitu istilah “penghematan” dan “kemandirian” dikumandangkan, proyek politik akan melaju. Kita tinggal menunggu berita kehancurannya.
Polanya pasti akan mirip dengan yang terjadi di Sumatra: mengklasifikasikan hutan sebagai lahan tidur, mengeluarkan konsesi, menjanjikan kompensasi, lalu… silakan dieksekusi.
Papua harus dilindungi dari penjarahan seperti ini. Pemerintah saat ini terampil memanfaatkan kebisingan publik, mengalihkan perhatian dengan isu-isu harian yang sensasional. Sementara itu, proyek-proyek besar bisa melenggang tanpa pengawasan yang serius.
Bencana di Sumatra bukan cerita dua abad silam. Baru sebulan yang lalu kita dengar kabarnya. Lukanya masih segar. Jika kita berpaling sekarang, maka Papua akan menjadi babak selanjutnya dari tragedi yang sama.
SavePapuaForest
BahayaDeforestasi
Artikel Terkait
Era Politik Tanpa Malu: Ketika Rasa Bersalah Tak Lagi Jadi Beban Kekuasaan
Aturan Ketat Poligami Picu Maraknya Nikah Siri di Indonesia
CFD Akhir Tahun di Bundaran HI: Antara Semangat Pagi dan Renungan Menjelang 2026
Syaikh di Manchester Tantang Maut dengan Racun Tikus, Buktikan Kekuatan Iman