✍🏻 Risman Rachman
Desakan agar banjir Sumatera ditetapkan sebagai bencana nasional kembali menguat. Kemarin, Koalisi Masyarakat Sipil Pedali Bencana Aceh mendesak Gubernur Aceh untuk mendorong Presiden mengambil langkah itu. Tujuannya jelas: agar penanganan mendapat skala dan perhatian yang lebih besar.
Tak hanya mereka, Pengurus Pusat Taman Nasional Iskandar Muda juga mengirim surat terpisah ke Presiden RI. Surat bertanggal 24 Desember 2025 itu menyuarakan hal serupa: minta status bencana nasional segera ditetapkan.
Namun begitu, semua ini seperti menabrak tembok. Pemerintah, sejauh ini, bersikukuh tidak akan menetapkan status tersebut. Sikap itu bahkan sudah tercium sejak awal.
Sekretaris Kabinet Teddy, pada 19 Desember lalu, tampak jengkel menanggapi usulan serupa. Dia menegaskan, penanganan sudah dilakukan secara nasional sejak hari pertama. Personel dan anggaran dikerahkan. "Semua sudah berjalan," begitu kira-kira intinya.
Sebelum Teddy, sikap serupa sudah mengalir dari sejumlah menteri hingga anggota dewan. Intinya satu: pemerintah mampu, tanpa perlu bantuan asing.
Presiden Prabowo sendiri pernah menyebut banyak negara yang menawarkan bantuan. Tapi jawabannya tegas.
"Kita mampu!"
Sikap pemerintah yang konsisten ini tentu memicu spekulasi. Beragam analisis bermunculan, mencoba mengulik alasan di balik penolakan penetapan status bencana nasional sekaligus penolakan bantuan asing secara resmi.
Saya tak menampik berbagai dugaan yang beredar. Masing-masing punya argumennya sendiri. Silakan Anda menyimpulkan. Di sini, saya coba paparkan analisis saya.
1. Gengsi di Panggung Global
Artikel Terkait
Tragedi di Atap Afrika: Helikopter Jatuh di Kilimanjara Tewaskan Lima Orang
Atap Parkiran Ambruk di Koja, Hanya Selangkah dari Anak-anak yang Sedang Bermain
USDT Diam di Dompet? Ini Strategi Hasilkan Untung Tanpa Deg-degan
Healing di Akhir Tahun: Tren atau Kebutuhan Jiwa yang Mendasar?