Sebelumnya, di bulan Juli, unggahan Instagramnya juga bikin heboh. Sebuah video menampilkan seorang pria Palestina dengan anak yang tewas. Di keterangannya, Bardem menulis keras: “Israel membunuh. AS mendanainya. Eropa mendukungnya. Hanya kita, orang-orang yang beradab, yang tersisa untuk mengecam genosida ini!! Jangan diam! Atau Anda akan ikut terlibat.”
Lalu ada penampilannya di acara The View bulan Juni. Di sana ia berargumen bahwa dukungan finansial dan militer AS, ditambah dengan apa yang ia sebut “keheningan” Eropa, menciptakan situasi “impunitas absolut” bagi pemerintah Israel. Artinya, kekebalan hukum sepenuhnya.
Bukan Sekedar Kritik Sembarangan
Nah, yang menarik, Bardem selalu berusaha membuat garis pemisah yang jelas. Kritiknya, menurutnya, bukan ditujukan pada orang Yahudi atau Yahudi secara keseluruhan. Sasaran utamanya adalah pemerintah Israel, khususnya kabinet Netanyahu yang ia sebut sebagai yang “paling radikal” dalam sejarah negara itu.
Posisinya ini bukan cuma omongan belaka. Menjelang akhir 2025, ia memutuskan untuk bergabung dengan gerakan yang lebih luas. Bersama lebih dari 1.300 pekerja film lainnya, ia berjanji untuk memboikot lembaga dan perusahaan yang dianggap mendukung atau membenarkan apa yang mereka definisikan sebagai genosida dan apartheid di Gaza.
Jadi, ini bukan sekadar aksi satu-dua kali. Ini konsistensi. Di tengah hiruk-pikuk Hollywood, suaranya tetap lantang dan jelas, meski kontroversial. Ia memilih karpet merah bukan hanya untuk berpamer, tapi juga untuk berprotes.
Artikel Terkait
Dua Kementerian Garap Hulu Pekerja Migran Unggul
Bangun Pagi, Nak: Pesan Sederhana dari Seorang Bapak di Kotagede yang Tak Terlupakan
Dosen di Persimpangan: Saat Dunia Nyata Kian Samar di Balik Layar
Bendera Kuning dan Insting K9: Titik Akurat di Tengah Duka Longsor Sibolga