Selain komitmen internasional, kerangka hukum nasional kita juga terbilang kuat. UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) sudah menjamin perlindungan. Lalu ada UU Penghapusan KDRT (No. 23 Tahun 2004), UU TPKS (No. 12 Tahun 2022), dan UU HAM (No. 39 Tahun 1999). Aturannya jelas, lengkap.
Tapi, apa iya implementasinya sekuat teksnya?
Cerita di Balik Data: Kekerasan dan Ketimpangan yang Masih Nyata
Sayangnya, data justru bercerita lain. Fakta di lapangan masih memprihatinkan. Per Juli 2025, Kementerian PPPA mencatat 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka yang membuat kita merenung.
Sistem SIMFONI-PPA bahkan mencatat lebih tinggi: 31.134 kasus sepanjang 2025, dengan 26.649 korban di antaranya adalah perempuan. Sementara itu, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia, menurut BPS, stagnan di angka 91,85 pada 2024. Ini menunjukkan kesenjangan yang masih lebar dalam akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Ketimpangan itu terasa lebih keras di daerah terpencil. Perempuan di sana seringkali kesulitan mendapat layanan kesehatan reproduksi yang layak, perlindungan hukum, atau sekadar kesempatan ekonomi yang setara. Mereka terjepit.
Lantas, apa akar masalahnya? Tantangannya kompleks. Budaya patriarki yang mengakar sering menormalisasi diskriminasi. Representasi perempuan di ruang pengambilan keputusan masih minim. Penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan kerap terasa lemah. Ditambah lagi, layanan publik yang timpang membuat perempuan di desa dan daerah tertinggal semakin rentan.
Pada akhirnya, semua ini bermuara pada satu hal. Pengarusutamaan gender dan perlindungan perempuan adalah landasan bagi negara yang benar-benar kuat. CEDAW dan hukum nasional sudah memberi peta jalannya. Tapi perjalanan itu membutuhkan komitmen nyata bukan sekadar di atas kertas dari negara, masyarakat, dan setiap individu.
Seperti kata penutup tulisan ini, “Negara kuat adalah negara yang berdiri di atas kesetaraan dan keadilan. Perlindungan perempuan bukan pilihan, melainkan kewajiban.”
Sumber data: Komnas Perempuan, KemenPPPA (SIMFONI-PPA), BPS
Artikel Terkait
Menteri Agama Soroti Lulusan Syariah yang Tak Laku di Bank Syariah
Bupati Bekasi Minta Maaf ke Masyarakat Usai Ditahan KPK Kasus Ijon Proyek
Mualem: Aceh Butuh 200 Ribu Rumah, Kerusakan Disebut Lebih Parah dari Tsunami
Dari Jualan 100 Butir ke Ribuan: Kisah Yayak dan Telur Asin yang Mengubah Nasib