Oleh: Ummu Ghaida Mutmainnah
اُولٰۤىِٕكَ جَزَاۤؤُهُمْ مَّغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَجَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَنِعْمَ اَجْرُ الْعٰمِلِيْنَۗ
“Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. (Itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang mengerjakan amal saleh.” (QS. Ali Imran [3]:136)
Nggak ada manusia yang sempurna, kan? Kita semua pasti pernah khilaf. Tapi di balik setiap kesalahan itu, Allah justru membuka pintu lebar-lebar bagi siapa saja yang mau memperbaiki diri. Kasih sayang-Nya memang luar biasa.
Al-Qur’an sendiri penuh dengan ayat-ayat yang menegaskan hal ini. Salah satunya, ya, Surah Ali Imran ayat 136 tadi. Ayat ini dengan indah menunjukkan bahwa rahmat Allah bukan cuma untuk mereka yang bersih dari dosa, melainkan juga untuk orang-orang yang punya niat tulus untuk berbenah.
Kalau kita lihat konteksnya, ayat ini sebenarnya kelanjutan dari penjelasan tentang ciri-ciri orang bertakwa. Mereka yang suka berinfak dalam suka dan duka, yang bisa menahan amarah, memaafkan, dan segera memohon ampun bila tergelincir. Nah, setelah menggambarkan profil mulia itu, Allah menutupnya dengan janji yang menenteramkan: ampunan dan surga yang kekal.
Bagaimana Para Mufassir Memandangnya?
Kata “maghfirah” dalam ayat itu maknanya dalam. Bukan cuma menutupi dosa, tapi benar-benar menghapus bekas-bekas buruknya dari jiwa. Jadi, ampunan Allah itu membersihkan, membuat hati kembali tenang.
Lalu ada “jannāt”, surga. Ini gambaran puncak kenikmatan. Sungai-sungai yang mengalir di bawahnya itu simbol kebahagiaan yang tak pernah kering, kedamaian yang abadi.
Menurut sejumlah ulama, ayat ini benar-benar mencerminkan keseimbangan sempurna antara keadilan dan kasih sayang Ilahi.
Ibnu Katsir, misalnya, menafsirkan balasan berupa ampunan dan surga sebagai bentuk penghormatan Allah kepada mereka yang mencapai derajat takwa. Ampunan di sini berarti dosa-dosa dihapus, taubat diterima, dan amal mereka dihargai.
Pendapat serupa datang dari Wahbah az-Zuhaili dalam kitab “Tafsir al-Munir”. Beliau menekankan keluasan rahmat Allah yang menyelimuti siapa pun yang bersungguh-sungguh bertaubat. Sekali pun dosanya besar, peluang untuk diampuni tetap ada selama ada penyesalan dan tekad untuk berubah. Ini bukti nyata bahwa Islam adalah agama penuh harapan.
Di sisi lain, Ath-Thabari dalam “Jāmi‘ al-Bayān” melihat frasa “jaza’uhum” atau balasan mereka sebagai penghargaan langsung dari Allah atas ketulusan hamba-Nya.
Artikel Terkait
Kapolri Gebrak Rotasi, Polwan Kuasai Jabatan Strategis
Kapal Maulana 30 Terbakar di Perairan Tanggamus, 8 ABK Masih Hilang
Kapolri Main Licin, Perpol Kontroversial Akhirnya Dicabut
Nestlé dan Warga Pasuruan Tanam Ribuan Bakau untuk Selamatkan Pesisir