Angkanya memang mencengangkan. Kerugian akibat penipuan digital sudah menembus lebih dari Rp 7 triliun. Belum lagi, ada sekitar 30 juta panggilan penipuan atau scam call yang mendarat ke ponsel warga setiap bulannya. Situasinya cukup mengkhawatirkan.
Dengan sistem face recognition, pemerintah berharap celah-celah kejahatan bisa ditutup. Teknik seperti spoofing atau smishing yang kerap memanfaatkan nomor seluler sebagai alat, diharapkan bisa diredam. Selama ini, modus social engineering dengan berpura-pura dari bank atau kurir, menjadi pintu masuk yang paling banyak digunakan pelaku.
Mungkin masih ada yang bingung dengan istilah-istilah teknisnya. Singkatnya, spoofing itu tipu daya siber dimana penjahat menyamar sebagai pihak terpercaya bisa bank, teman, atau instansi untuk mengelabui korbannya. Tujuannya jelas: mencuri data sensitif atau uang.
Sedangkan smishing adalah sepupunya phishing, tapi lewat SMS. Pesan singkat yang terlihat personal itu dirancang untuk memancing korban klik tautan berbahaya atau memberikan informasi rahasia. Sasarannya rasa panik atau keserakahan kita. Cara kerjanya sederhana, tapi efeknya bisa sangat merusak.
Jadi, kebijakan baru ini bukan sekadar ganti metode. Ini tentang membangun benteng yang lebih kokoh di dunia digital yang semakin ruwet. Tantangannya pasti ada, tapi tujuannya jelas: membuat ruang digital kita lebih aman.
Artikel Terkait
Tuntutan Dipangkas, Kakek 75 Tahun Menangis di Kursi Pesakitan
Megawati Murka: Buzzer hingga Bantuan Mi Instan Dikecam di Tengah Kisah Lapangan
Minyak dan Darah: Sumber Daya yang Menggerus Perdamaian di Timur Tengah
Pemuda Gorontalo Diciduk Usai Video Mesum dengan Siswi SMP Viral