Berikutnya, Pasal 87 ayat (1) juga dapat sorotan. Pasal ini mewajibkan pencipta bergabung dengan LMK untuk menarik "imbalan yang wajar". Sekilas sih bagus, tapi frasa "yang wajar" ini ternyata problematik. Apa ukurannya? Siapa yang menilai?
MK menilai frasa itu membuka ruang penafsiran yang terlalu luas. Alhasil, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Putusannya, frasa tersebut harus dimaknai lebih spesifik: imbalan yang wajar itu harus sesuai mekanisme dan tarif yang sudah diatur dalam perundang-undangan.
Di sisi lain, MK juga berpesan agar imbalan yang ditetapkan jangan sampai menghalangi akses masyarakat untuk menikmati karya cipta. Harus ada keseimbangan.
Pendekatan Restoratif untuk Pelanggaran Hak Cipta
Perubahan ketiga ada di Pasal 113 ayat (2), yang mengatur sanksi pidana. Pasal ini mengancam pelanggar hak ekonomi dengan pidana penjara atau denda. Namun, MK khususnya menyoroti pelanggaran terhadap salah satu jenis hak ekonomi (yang tercantum dalam huruf f).
Putusannya, untuk pelanggaran terhadap hak dalam huruf f itu, penegakan hukumnya harus mengutamakan restorative justice atau keadilan restoratif. Artinya, penyelesaian lewat sanksi administratif atau gugatan perdata harus diutamakan, baru pidana sebagai jalan terakhir.
Logikanya, hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta. Tapi, menurut MK, menyelesaikan pelanggaran dengan langsung menjerat pidana bukanlah langkah terbaik. Pendekatan yang memulihkan dan menyelesaikan akar masalah lebih diharapkan.
Secara keseluruhan, putusan MK ini bisa dibilang koreksi penting terhadap UU Hak Cipta. Tujuannya jelas: menghilangkan multitafsir, memberikan kepastian bagi pencipta dan pengguna, serta mendorong penyelesaian hukum yang lebih berkeadilan. Tinggal nanti implementasinya di lapangan seperti apa.
Artikel Terkait
Sastra Tak Pernah Mati: Dari Lontar hingga Layar Ponsel
Bromo Terjepit: Ekonomi Menggeliat, Alam Mulai Merintih
Otoritas Tanpa Kelekatan: Ketika Kepatuhan Anak Hanya Jadi Topeng Jarak Emosional
Gatot Nurmantyo Tuding Kapolri Bangkang Konstitusi Lewat Perpol 10/2025