Tapi kenyataannya berbeda.
"Hukuman fisik selalu ada," tegas Baobao. "Kalau gerakan menari atau tinju kurang presisi, Anda akan dihukum."
Pipa kerap digunakan untuk memukul kepala. "Bekasnya menghitam. Memarnya parah," ujarnya.
Sebuah video dari sekolah lain dalam jaringan Li Zheng yang diverifikasi BBC memperlihatkan guru mengangkat tongkat dan memukul tangan siswa.
Enxu menambahkan, mereka dipaksa push-up hingga seribu kali. Dia juga mengaku diserang di asrama oleh seorang instruktur malam.
"Dia mencengkeram rambut saya, menyeret saya ke lantai, lalu melecehkan saya secara seksual."
Baobao sempat ingin bunuh diri, tapi sadar akan segera ketahuan. Seorang temannya benar-benar mencoba, namun alih-alih dibawa ke rumah sakit, para instruktur coba membilas perutnya sendiri.
Sesi konseling pun tak membantu. Dalam rekaman untuk orangtuanya, seorang instruktur berkata pada Enxu, "Jadilah anak laki-laki yang bahagia, sehat, dan positif. Oke? Kamu laki-laki, lakukan apa yang dilakukan laki-laki."
Ketika Baobao bilang ingin mati, konselornya menjawab, "Kalau kamu akan mati, kamu tidak akan duduk di sini di depanku."
"Apakah itu perkataan orang yang peduli?" kata Enxu. "Apakah mereka benar-benar manusia?"
Surat-surat yang Viral
Nasib Enxu berubah setelah teman-temannya melaporkan kehilangannya ke polisi. Seorang kawan, Wang Yuhang, menemukan lokasi sekolahnya lewat grup online.
Enxu diam-diam menulis surat tentang pengalamannya. Surat itu diselundupkan keluar dan menjadi viral. Tekanan publik memaksa polisi bertindak, dan Enxu akhirnya dibebaskan.
Dua belas hari kemudian, pihak berwenang mengumumkan penutupan sekolah Shengbo tapi tanpa menyebut pelecehan, hanya pelanggaran administrasi. Enxu mengatakan polisi memberitahunya bahwa Li Zheng telah ditangkap dengan tuduhan kejahatan terorganisir.
Jaringan Li Zheng ternyata luas. Dia mengoperasikan sekolah di empat provinsi melalui perusahaan-perusahaan kompleks. Situs webnya menyebut dia lulusan akademi Angkatan Udara dan pernah jadi "konselor psikologis senior". Di televisi lokal, dia bicara tentang membina kaum muda dengan "cinta dan kesabaran".
Otoritas sebenarnya pernah menutup salah satu sekolahnya setelah kasus bunuh diri siswa pada 2020 saat Baobao masih di dalam. Tapi menurut Mu Zhou, seorang sukarelawan yang mendokumentasikan kasus ini, Li Zheng biasa mengganti nama atau status hukum sekolahnya setiap kali ada protes publik. Para siswa bahkan diangkut dengan bus antar lokasi untuk menghindari inspeksi.
'Keuntungan Besar'
Yang jelas, bisnis ini menggiurkan. Dua peneliti yang menyamar sebagai investor dari Hong Kong bertemu dengan mantan karyawan Li Zheng di sekolah baru di Fujian.
"Keuntungan di industri ini sangat besar," kata Li Yunfeng, direktur konseling di sana. Dia menyarankan biaya $25.000 per siswa per tahun jika diterapkan di Hong Kong.
Li Yunfeng mengaku keluar dari kelompok tersebut karena "beberapa insiden" dan pengaduan orang tua. "Meski belum resmi bubar, mereka di ambang kehancuran," katanya.
Mengatur institusi semacam ini memang rumit. Sebagian bahkan tidak terdaftar sebagai sekolah. Tanggung jawabnya terpencar antara dinas pendidikan, urusan sipil, dan otoritas pasar.
Menurut antropolog Yichen Rao dari Universitas Utrecht, ini adalah "industri bayangan yang hanya ditoleransi oleh negara." Pemerintah pusat mungkin enggan memberi legitimasi dengan mengatur secara resmi. Tapi, kata Rao, ada "spektrum" dalam industri ini beberapa institusi ada yang menggabungkan terapi dan pelatihan untuk orang tua.
'Sangat Menyedihkan'
Kini, Enxu dan Wang berupaya mengumpulkan bukti video pelecehan dan penculikan untuk memaksa polisi bertindak. Wang kerap dihubungi siswa dari sekolah sejenis dan membantu upaya pelarian mereka.
Baobao sendiri tak pernah kembali ke sekolah itu. Dia kini mencari nafkah dari streaming online dan bermain gim. Terkadang dia membayangkan, andai tidak dikirim ke sana, mungkin dia bisa kuliah.
"Sekolah-sekolah ini pada dasarnya penipuan," katanya dengan getir. "Etos pendidikannya adalah kekerasan yang melahirkan kekerasan… konsepnya sendiri cacat. Mereka seharusnya tidak pernah ada."
Laporan tambahan oleh Alex Mattholie dan Shanshan Chen
Artikel Terkait
Marbut Masjid Divonis 15 Tahun Penjara Atas Pelecehan Anak di Bawah Umur
Prabowo Sebut Bencana Hanya Tiga dari 38 Provinsi, Respons Publik Bergemuruh
Dugaan Pemerasan Rp 201 Miliar, Mantan Wamenaker Noel Siap Hadapi Sidang
Gibran Janjikan Starlink ke Pengungsi, Susi Sindir: Bisa Langsung Dibawa Sekarang