Namun begitu, persoalan tak berhenti di Morowali. Tri Tamtomo juga menyoroti penanganan bencana di Sumatera yang dinilai banyak pihak sebagai blunder. Ia menghubungkannya dengan fakta bahwa pimpinan lembaga penanggulangan bencana tersebut masih dijabat jenderal aktif. Inilah yang memunculkan kekhawatiran lama: apakah dwifungsi perlahan-lahan bangkit lagi dengan wajah baru?
Reformasi, ia tegaskan, harus berjalan kompak. Reformasi Polri tak akan berarti banyak tanpa diikuti perubahan konsisten di tubuh TNI. Langkah paling mendesak? Menghentikan penempatan personel aktif di jabatan sipil. Kecuali mereka sudah pensiun atau mengundurkan diri, sesuai janji reformasi 98.
"Kalau ini dibiarkan, kita sedang berjalan mundur. Profesionalisme TNI-Polri akan terkikis, dan demokrasi menjadi taruhannya,"
ujarnya.
Analisis ini tentu memantik diskusi. Ruang publik kembali ramai mempertanyakan konsistensi negara dalam menjaga batas yang tegas antara sipil dan militer. Publik kini menunggu. Menunggu sikap tegas pemerintah dan DPR. Agenda reformasi sektor keamanan tak boleh mandek jadi jargon. Ia harus dijalankan, demi kedaulatan dan demokrasi yang kita cita-citakan bersama.
Artikel Terkait
Font Times New Roman Gantikan Calibri, Rubio Picu Perang Simbol di Birokrasi AS
Ruang Rapat Tertutup dan Misteri Dana Sosial yang Raib
Revitalisasi Terminal Malalayang Tak Ganggu Arus Mudik Nataru
Gus Ipul Serahkan Santunan dan Tinjau Dapur Umum untuk Korban Bencana Aceh