Menurutnya, perlindungan anak di dunia digital tak bisa cuma mengandalkan aturan. Perlu aksi nyata di sekeliling mereka. Peran orang tua dan guru sebagai teladan, misalnya, jadi kunci utama.
"Kalau anak-anaknya tidak boleh bersosial media, guru-gurunya juga jangan di depan anak-anaknya main sosmed. Jadi guru kita harapkan bisa memberikan contoh yang baik," tegas Meutya.
Ia begitu menekankan soal bahaya adiksi media sosial. Risikonya jelas, bisa mengganggu perkembangan dan kesehatan mental anak-anak.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Sumatera Utara, Surya, menyambut baik bantuan internet ini. Ia melihatnya sebagai langkah konkret untuk mempersempit kesenjangan digital antar sekolah di provinsinya.
Tak cuma itu, Surya berharap langkah ini memicu inovasi dalam metode pembelajaran. "Kami berkomitmen memastikan bahwa seluruh peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan digital," katanya.
Jadi, ada dua hal yang berjalan beriringan: pemulihan infrastruktur pascabencana dan upaya membangun literasi digital dari akar rumput. Semuanya untuk masa depan anak-anak di Sumatra Utara.
Artikel Terkait
Di Tengah Reruntuhan, Suara Pengungsi Aceh: Dari Al Quran hingga Tuntutan Keadilan
Demi Golden Ticket, Siswi Palembang Tempuh Ribuan Kilometer ke Olimpiade Unair
Kira-kira di Pusaran Bencana: Ketika Asumsi Menggantikan Data
Panik di Pantai Bondi: 12 Nyawa Melayang dalam Rentetan Tembakan