Dalam perspektif sosiologi organisasi, isyarat simbolik dari otoritas moral biasanya jadi pertanda. Ia sering mendahului perubahan atau ketegangan struktural. Terbitnya risalah rapat Syuriyah PBNU pasca peristiwa itu bisa dibaca sebagai artikulasi formal dari kegelisahan yang sebelumnya disampaikan secara kultural.
Keputusan-keputusan Syuriyah menunjukkan sesuatu. Konflik internal NU tidak bisa direduksi jadi persoalan individu semata. Ia mencerminkan benturan paradigma. Antara pemahaman jam’iyyah sebagai amanah keagamaan, dan kecenderungan untuk menjadikannya instrumen kekuasaan. Di sinilah peran Syuriyah sebagai penjaga nilai ḥāris al-qiyam menjadi sangat krusial.
NU, Etika Kebangsaan, dan Tanggung Jawabnya
Pesan ulama yang menekankan pentingnya menjaga negara harus dibaca dalam kerangka teologi sosial NU. Sejak awal berdiri, NU menempatkan negara sebagai wadah sah untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Prinsip hubbul wathan minal iman meski normatif tetaplah landasan etis bagi keterlibatan NU dalam menjaga stabilitas nasional.
Konflik internal yang berlarut-larut bukan cuma ancaman bagi soliditas organisasi. Ia juga berpotensi menurunkan daya ikat sosial NU di tengah masyarakat. Dan dalam konteks Indonesia yang plural dan rentan fragmentasi, pelemahan otoritas moral NU bisa berdampak luas. Sangat luas.
Penutup: Memilih Terang, Bukan Abu-Abu
Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi. Saya hanya ingin mengajak pembaca khususnya warga NU untuk membaca ulang isyarat para ulama. Dengan kacamata yang lebih reflektif.
Puisi, simbol, dan keputusan struktural adalah teks sosial yang saling bertaut. Mereka menggambarkan pergulatan nyata antara nilai, kekuasaan, dan amanah kebangsaan.
Pertanyaan besarnya sekarang bukan siapa yang menang atau kalah. Tapi, apakah NU mampu menjadikan momentum ini sebagai jalan pembenahan? Pembenahan etik dan kelembagaan.
Masa depan NU, sebagai kekuatan keagamaan terbesar di negeri ini, sangat ditentukan oleh satu hal: kemampuannya untuk memilih terang nilai, dan meninggalkan abu-abu kekuasaan.
Muhammad Nursech Zamzami
Mahasiswa Universitas PTIQ Jakarta,
Kabid Pendidikan Marhalah Ula PP Al Anwariyah Al Idrus.
Artikel Terkait
Di Balik Jeruji, Ferdy Sambo Berkhotbah tentang Kebebasan
Ancaman Pisah dari NKRI Menggantung, Nias Tertekan Usai Bencana dan Kelambanan Pusat
Raffi Ahmad Ungkap Momen Hati Rafathar Luluh Saat Pertemuan Pertama dengan Lily
Ketika Motor Tabrak Babi: Denda Adat yang Lebih Mahal dari Kendaraan Itu Sendiri