Prabowo dan Tongkat yang Tak Pernah Digunakan

- Minggu, 14 Desember 2025 | 06:20 WIB
Prabowo dan Tongkat yang Tak Pernah Digunakan

Prabowo, Tongkat Musa, dan Tanggung Jawab Presiden

Di Aceh, tepatnya di Bener Meriah yang baru saja dilanda banjir bandang, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sesuatu yang menarik perhatian banyak orang. Saat meninjau lokasi, ia berkata:

“Maaf, presiden tidak punya tongkat Nabi Musa, mohon sabar.”

Ucapan itu terdengar rendah hati, bahkan mungkin bijak. Sebuah pengakuan akan keterbatasan manusia di hadapan amukan alam. Namun begitu, jika kita renungkan lebih jauh, pernyataan semacam ini punya sisi berbahaya. Bisa jadi, ia berfungsi sebagai tameng retoris yang menutupi kegagalan struktural dalam mitigasi bencana dan tata kelola lingkungan kita.

Kita tahu kisahnya. Tongkat Nabi Musa adalah simbol mukjizat alat ilahi untuk membelah laut dan menyelamatkan umat dari tirani. Tapi zaman sudah berbeda. Sejak kenabian ditutup, Tuhan tak lagi menurunkan mukjizat secara langsung. Sebagai gantinya, kita diwarisi akal dan sains.

Jadi, kalau presiden sekarang tidak punya tongkat Musa, ya sudah seharusnya ia menggenggam tongkat sains dengan erat.

Ini bukan soal ketidaktahuan. Indonesia punya segalanya: peta rawan bencana, data curah hujan, citra satelit, dan segudang kajian ilmiah. Prinsip dasarnya juga jelas: keselamatan warga negara adalah hukum tertinggi. Kita semua paham, pembukaan hutan untuk sawit memperparah banjir. Pembangunan di zona patahan memperbesar risiko gempa. Dan memotong anggaran mitigasi? Itu ibarat berjudi dengan nyawa orang banyak.

Maka, ketika bencana menerjang, akar masalahnya bukan karena presiden tak punya tongkat ajaib. Melainkan karena tongkat sains itu dibiarkan teronggok di laci birokrasi, tak pernah benar-benar dipakai.


Halaman:

Komentar