Ia malah curiga, isu ini sengaja digoreng untuk menciptakan kesan retaknya hubungan antara Istana dan Markas Besar Polri. Sebuah gambaran yang ia nilai jauh dari fakta sebenarnya.
Kalau kita lihat lebih luas, polemik ini sebenarnya adalah pertarungan tafsir. Di satu sisi, ada kekhawatiran nyata publik akan kembalinya praktik dwifungsi. Trauma masa lalu memang belum sepenuhnya hilang. Namun di sisi lain, negara juga punya kebutuhan riil untuk mengelola dan menugaskan aparatnya secara efektif.
Jadi, Perpol ini seperti dua sisi mata uang. Bisa dilihat sebagai jaminan fleksibilitas, tapi juga dicurigai sebagai celah penyalahgunaan. Kritik memang penting, tapi Amir mengingatkan agar semua pihak tak terjebak pada narasi yang emosional belaka.
"Kritik itu penting dalam demokrasi, tapi kritik harus adil dan berbasis fakta. Jangan sampai kita merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara hanya karena salah membaca konteks," pungkasnya.
Intinya, sebelum menuduh, baca dulu secara lengkap. Begitu kira-kira pesannya.
Artikel Terkait
Tim KPK Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji, Periksa Lokasi di Mina
Di Balik Gerobak Bakso Pangandaran: Kisah Nelayan yang Bertahan di Tepian
Bupati Lampung Tengah Tersandung Suap Rp5,7 Miliar untuk Bayar Utang Kampanye
Suharti Buka Suara: Data Pendidikan Masih Banyak PR Meski 71,9% Dinilai Baik