Bahkan, kebun sawit yang terkelola rapi bisa disetarakan dengan hutan sekunder. Tapi, ya itu tadi, semuanya ada batasnya. Akar sawit memang bisa menjalar samping hingga 14 meter, tapi kedalamannya hanya 1,5–2 meter. Kemampuannya menahan air tetap terbatas pada angka tadi: sekitar 2.000 meter kubik per hektar. Lebih dari itu, air akan mengalir juga.
Jadi, menuding sawit sebagai satu-satunya penyebab banjir itu keliru. Masalah utamanya justru pada cara pengelolaan lahannya. Pembukaan lahan skala besar dalam waktu singkat, penebangan hutan tanpa kendali, dan kegiatan pertambangan yang brutal itulah akar persoalannya.
Fakta di lapangan menunjukkan banyak kayu gelondongan hanyut saat banjir. Itu bukti penebangan masih terjadi. Air yang mengalir deras tanpa penghalang juga sering akibat bekas galian tambang. Biasanya, setelah hutan rusak, barulah lahan itu ditanami sawit atau karet.
Lalu, bagaimana dengan banjir di Jawa?
Prinsipnya sih sama: hujan tinggi dalam waktu singkat. Di Jawa Barat, Banten, atau DKI, curah hujan bisa 150–300 mm per dasarian (10 hari). Sementara penguapan hanya 4–5 mm per hari. Sisanya? Ya melimpah ke mana-mana.
Tapi faktor pemicu di Jawa agak berbeda. Selain sampah yang menyumbat saluran, yang paling kentara adalah maraknya “hutan beton”. Ruang resapan air hilang, drainase tak memadai, dan tata kota sering mengikuti keinginan pengembang, bukan kaidah lingkungan.
Jadi, kesimpulannya begini: banjir di Sumatera dan Jawa sama-sama dipicu hujan ekstrem. Tapi faktor yang mempercepat dan memperparah bencananya berbeda.
Di Sumatera, pemicu utamanya adalah izin penebangan hutan dan pertambangan yang diberikan begitu saja, ditambah praktik pengusaha yang abai pada konservasi.
Sementara di Jawa, penyebabnya lebih pada perizinan real estate dan pertambangan yang masif, serta perencanaan tata kota yang salah kaprah. Dua pulau, satu bencana, dengan akar masalah yang sedikit berbeda.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam