Dunia fiksi dalam film Para Perasuk punya tradisi yang unik, bahkan agak mengerikan: kerasukan jadi pesta kesenangan warga. Bayangkan, ritual yang biasanya bikin bulu kudu merinding justru dirayakan ramai-ramai. Itulah inti latar cerita film ini.
Menurut sinopsis resminya, kerasukan di sana bukan hal yang mistis dan ditakuti. Malah, ia dijadikan hiburan bersama. Seolah sudah mendarah daging, tradisi ini turun-temurun dirayakan masyarakat.
Tapi jangan salah. Di balik hingar-bingar pesta itu, ada ancaman yang mengintai. Pihak penguasa yang tamak mulai menunjukkan taringnya. Konflik pun tak terhindarkan ketika desa menghadapi tekanan yang makin menjadi-jadi.
Jadi, kerasukan dalam film ini bukan cuma ritual biasa. Ia berkembang jadi fenomena sosial yang kompleks, mengikat seluruh kehidupan warga. Ada euforia, ada kepercayaan, tapi juga ketakutan yang berjalan beriringan. Masyarakatnya hidup berdampingan dengan sesuatu yang seharusnya menyeramkan. Lumayan paradox, ya?
Di sisi lain, film ini menyuguhkan ketegangan terus-menerus antara warga dan mereka yang ingin menguasai desa. Kekuatan dan keyakinan jadi bahan bakar utama dinamika cerita.
Intinya, ritual kerasukan di sini nggak cuma tontonan belaka. Ia memainkan peran sentral dalam konflik yang terus memanas.
Dalam budaya itu, warga berjuang bertahan dari berbagai ancaman. Dan ya, keserakahan penguasa adalah salah satu tantangan terbesar mereka.
Nuansa gelap jelas terasa, dibangun dari tradisi dan simbol-simbol ritual yang kental. Nuansa itu sendiri jadi ciri khas cerita dari awal sampai akhir.
Artikel Terkait
Laras Faizati dan Gugatan di Balik Swafoto yang Mengubah Hidupnya
Bayi Dua Hari Bertaruh Nyawa di Tengah Amukan Banjir Aceh Tamiang
Farhan Ungkap Kesedihan dan Komitmen Usai Wakilnya Tersangka Korupsi
Sintang Gelar Seminar Kunci untuk Wujudkan Politeknik Negeri