SBY vs Prabowo: Ujian Kepemimpinan di Tengah Bencana

- Kamis, 11 Desember 2025 | 12:50 WIB
SBY vs Prabowo: Ujian Kepemimpinan di Tengah Bencana

SBY Lebih Bagus daripada Prabowo dalam Menangani Bencana

Oleh: Rokhmat Widodo
Pengamat Politik dan Sosial

Kapasitas seorang pemimpin paling nyata teruji saat bencana datang. Saat genting seperti itu, retorika dan janji tak ada gunanya. Yang rakyat butuhkan cuma satu: aksi nyata. Kecepatan, ketepatan, dan empati untuk menggerakkan semua lini negara menyelamatkan jiwa. Nah, di sinilah perbandingan antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto jadi menarik. Terutama setelah respons Prabowo terhadap banjir dan longsor di Sumatera menuai kritik pedas.

Ingat tsunami Aceh 2004? Bencana maha dahsyat itu. Hanya dalam hitungan jam setelah gelombang menerjang, SBY sudah menetapkan status bencana nasional. Keputusan itu bukan sekadar formalitas. Itu sinyal kuat bahwa negara hadir sepenuhnya, dengan keseriusan total.

Dia langsung memimpin koordinasi. TNI, Polri, Bakornas PB (cikal bakal BNPB), kementerian teknis, digerakkan semua. Bahkan kerja sama internasional dibuka lebar-lebar. Yang paling kentara, SBY fokus banget. Selama krisis, energinya benar-benar tercurah untuk penanganan bencana. Bukan cuma datang untuk foto-foto atau kunjungan sekilas yang terasa simbolik belaka.

Model kepemimpinan seperti inilah yang kemudian menciptakan standar tinggi manajemen bencana di Indonesia. Banyak yang bilang, ini salah satu capaian terbaik era SBY. Koordinasi rapi, perencanaan matang, dan keterlibatan langsung jadi kuncinya.

Di sisi lain, Prabowo dapat sorotan berbeda. Saat banjir bandang dan longsor melanda Sumatera, responsnya dianggap lambat. Persepsi ini makin kuat karena dia justru sedang berada di Pakistan dan Rusia untuk urusan diplomasi, sementara dalam negeri sedang kacau.

Memang, akhirnya dia turun ke lokasi. Tapi bagi banyak orang, itu sudah terlambat. Kunjungannya terkesan lebih sebagai bentuk seremonial, bukan langkah strategis yang diambil di saat yang tepat. Publik butuh arahan langsung dari pucuk pimpinan sejak dini, bukan datang setelah segalanya berantakan.

Yang lebih mengkhawatirkan, beredar kabar soal fenomena "asal bapak senang" atau ABS di lingkaran Istana.

Kalau ini benar, ya bahaya. Artinya ada masalah serius dalam sistem informasi pemerintah. Birokrasi ABS itu mematikan. Ia menghambat keputusan dan mengorbankan keselamatan rakyat. Dalam bencana, data harus disampaikan apa adanya, tanpa dibungkus-bungkus.

Bayangkan, kegagalan menyampaikan informasi bisa berakibat fatal. Evakuasi terlambat, logistik tersendat, pasukan SAR tidak termobilisasi cepat. Padahal, selisih beberapa jam saja bisa berarti ratusan nyawa melayang.


Halaman:

Komentar

Terpopuler