Banjir Sumatera dan Cengkeraman Oligarki: Saatnya Khilafah Dijadikan Solusi?

- Selasa, 09 Desember 2025 | 06:25 WIB
Banjir Sumatera dan Cengkeraman Oligarki: Saatnya Khilafah Dijadikan Solusi?

Bencana Melanda, Masihkah Hukum Allah dan Khilafah Ditentang?

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Syariah Islam. Itulah hukum Allah SWT. Lalu, lembaga apa yang menegakkannya? Namanya Khilafah. Dan pemimpinnya disebut Khalifah.

Semuanya bermula di Madinah. Di sanalah Rasulullah Muhammad SAW pertama kali mempraktikkan kepemimpinan berdasarkan syariah, lewat Daulah Islam. Sistem pemerintahan yang beliau tinggalkan itulah yang kemudian kita kenal sebagai Khilafah.

Sepeninggal Nabi, estafet kepemimpinan itu berlanjut. Dimulai dari Khalifah Abu Bakar as-Siddiq RA, lalu diteruskan oleh Umar, Utsman, dan Ali RA. Jejak mereka diikuti oleh para khalifah dari Bani Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmaniyah. Rentetan sejarah panjang itu tiba-tiba terputus pada 1924, di tangan Mustafa Kamal laknatullah yang meruntuhkan Khilafah hingga ke akarnya.

Sejak saat itu, keadaan berubah drastis. Hukum Allah tak lagi tegak. Syariat Islam seperti tak bertuan. Kaum muslimin pun tercerai-berai dalam banyak negara, ada yang republik, ada pula yang kerajaan. Mereka kehilangan payung yang menyatukan.

Nah, mari kita lihat apa yang terjadi sekarang. Banjir besar di Sumatera, misalnya. Menurut saya, ini bukan sekadar musibah alam biasa. Ada akar masalah yang lebih dalam: cara mengelola hutan yang salah. Dalam Islam, hutan itu termasuk milik umum. Pengelolaannya seharusnya menjadi tanggung jawab negara, sebagai wakil rakyat.

Tapi nyatanya? Sistem yang dipakai negeri ini adalah kapitalisme, yang mengagungkan kebebasan kepemilikan. Alhasil, hutan pun dibuka lebar untuk konsesi. Bisa untuk HPH, untuk sawit, atau untuk tambang. Izin digelontorkan begitu saja.

Yang mengelola siapa? Swasta. Baik korporasi domestik maupun asing bisa kita sebut oligarki. Motivasi mereka jelas: keuntungan bisnis. Bukan kemaslahatan rakyat. Maka wajar saja jika mereka berlomba menggunduli hutan, demi profit sebesar-besarnya. Dampak ekologis seperti banjir? Itu urusan nanti.

Bayangkan jika negaralah yang mengelola. Pasti lain ceritanya. Negara akan lebih hati-hati, karena yang dituju adalah manfaat untuk rakyat banyak, bukan merusak. Tidak akan ada penggundulan barbar seperti sekarang.

Sedangkan oligarki? Waktu konsesi mereka terbatas. Jadi, dalam periode singkat itu, mereka akan mengeruk sebanyak mungkin. Habis.


Halaman:

Komentar