Ketika Ibadah Jadi Konten: Dilema Pamer Kesalehan di Era Digital

- Senin, 08 Desember 2025 | 11:25 WIB
Ketika Ibadah Jadi Konten: Dilema Pamer Kesalehan di Era Digital

Lalu, Solusinya Apa?

Perlu ada semacam "kebersihan digital" dalam beragama. Istilah kerennya, "Digital Hygiene". Ini bukan larangan untuk berdakwah online, tapi lebih pada mengelola niat dan kebiasaan.

Contoh konkretnya sederhana: coba terapkan "post-later". Jangan langsung "upload" saat ibadah berlangsung. Nikmati dulu kekhusyukannya, baru pikirkan untuk berbagi jika memang perlu. Saat pergi haji atau umrah, misalnya, tetapkan waktu-waktu tertentu untuk benar-benar "offline". Matikan ponsel. Biarkan momen spiritual itu benar-benar privat dan terpisah dari hiruk-pikuk dunia maya.

Intinya, kita perlu mengembalikan esensi. Konten keagamaan seharusnya menginspirasi, membuat orang ingat pada Sang Pencipta, bukan malah bikin iri atau minder. Tantangan berat bagi kita semua adalah: jadi penerang yang manfaat cahayanya untuk orang lain, atau sekadar bintang yang sibuk memamerkan kilauannya sendiri?

Ujian Kejujuran di Era Pamer

Media sosial pada dasarnya adalah ujian baru bagi keimanan. Ia menguji kejujuran hati di tengah kemudahan untuk menciptakan citra. Dengan menjaga kebersihan digital dan terus introspeksi, kita berusaha agar jempol yang sibuk "scroll" dan "upload" tidak merusak kekhusyukan yang dibangun oleh dahi yang bersujud.

Oh ya, seringkali "religiosity flexing" ini dibungkus dengan dalih "syukur" atau "tahadduts bin ni'mah". Tapi hati-hati, beda tipis. Bersyukur itu orientasinya pada Tuhan, dan wujudnya adalah kerendahan hati serta berbagi manfaat. Sementara pamer, orientasinya pada diri sendiri dan ingin dilihat superior. Menampakkan nikmat di depan mereka yang kekurangan, tanpa ada aksi nyata untuk meringankan beban mereka, itu bukan syukur. Itu arogansi yang dibalut bahasa agama.

Kita perlu mengembalikan kemegahan agama pada kedalaman makna dan perbaikan karakter, bukan pada kemilau "feed" yang seringkali penuh kepura-puraan.

"Penulis adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Halaman:

Komentar