Ia menambahkan, beberapa kebutuhan dasar itulah yang akan coba mereka tangani. Tujuannya agar pemulihan masyarakat tidak hanya dari segi kesehatan, tetapi juga dari sisi pemenuhan hak-hak dasar mereka.
Gagasan ini muncul bukan tanpa alasan. Tama menuturkan, banyak alumni Jayabaya yang berprofesi sebagai advokat dan pengacara publik. Momentum bencana ini, di matanya, justru jadi wadah yang tepat untuk menggerakkan potensi itu. Agar bantuan hukum tidak hanya ada di pengadilan, tapi menyentuh langsung kebutuhan orang-orang yang sedang susah.
“Kita membayangkan bagaimana esensi pemulihan korban,” ujarnya, mencoba menggambarkan visinya. “Intinya bagaimana mereka bisa kembali ke kehidupan awal punya rumah, tempat tinggal, wilayah, dan kondisi kesehatan yang baik.”
Namun begitu, ia juga realistis. Tahapan penanganan bencana punya dinamikanya sendiri.
“Mungkin hari ini fokus masih di pemenuhan makanan dan kesehatan. Tapi nanti, eskalasi masalah akan besar, terutama terkait tempat tinggal. Ini yang harus kita pikirkan dari sekarang,” pungkas Tama.
Jadi, inilah langkah pertama yang digaungkan. Sebuah ikhtiar untuk meringankan beban, dengan cara yang mungkin tak terpikirkan banyak orang di tengah krisis: pendampingan hukum. Sebuah bentuk kepedulian yang berangkat dari ruang kuliah, kini hendak diterapkan di tengah lumpur dan genangan air di Sumatra.
Artikel Terkait
Prabowo Beri Perintah Tegas: Siapkan Lahan Relokasi Korban Banjir Bandang
Banjir Bandang Tamiang: Desa Hilang, Truk Bertumpuk, dan Masjid yang Bertahan
Aktivis Soroti Konsesi Hutan sebagai Biang Kerok Bencana di Sumatera
Ferry Irwandi Bantah Fitnah Soal Galangan Dana 10 Miliar