Ulil Tak Pernah (Merasa) Salah
Oleh: Kang Irvan Noviandana
Banjir bandang datang lagi. Beberapa daerah terendam, rumah-rumah hanyut. Wajar jika masyarakat lalu bertanya-tanya: apa sih penyebab utamanya? Jawabannya seringkali mengerucut pada hal yang sama: deforestasi, pembalakan liar, dan izin tambang yang bermasalah.
Nah, di tengah sorotan tajam pada industri tambang inilah, Ulil Abshar Abdalla muncul dengan narasi yang lain. Alih-alih membahas kerusakan hutan yang jadi sorotan, ia justru mengangkat isu yang sebenarnya tak pernah benar-benar diajukan orang: gagasan "zero mining" atau tidak ada penambangan sama sekali.
Padahal, coba periksa. Baik Iqbal Damanik, publik, maupun organisasi seperti Greenpeace, tidak ada yang menuntut penutupan total semua tambang. Fokus mereka jelas: menjaga hutan yang tersisa, menekan kerusakan, dan menghentikan praktik industri ekstraktif yang seenaknya merusak ekosistem. Titik.
Tapi bagi Ulil, rupanya itu kurang menarik. Ia butuh "musuh" yang lebih gampang dihadapi. Maka, diciptakanlah narasi bahwa lawan-lawannya menginginkan penghapusan total seluruh aktivitas pertambangan. Sebuah posisi yang ekstrem dan mudah untuk diserang.
Ini bukan kali pertama. Gaya debatnya kerap terasa seperti itu: mengambil kritik lawan, lalu mengubahnya menjadi versi yang paling ekstrem dan tidak masuk akal, baru kemudian menyerang versi karikatur itu sendiri.
Ambil contoh. Kritiknya sederhana: "Tambang merusak hutan dan picu bencana."
Artikel Terkait
Jakarta Terancam Tenggelam: Warga Masih Bergantung pada Air Tanah di Kampung Bandan
Beras Bulog yang Tua: Saat Stok Lama Kehilangan Nyawanya
Stok Pangan Aman, Lampung Siap Sambut Natal dan Tahun Baru
Kakek 74 Tahun Ditahan, Mahar Cek Rp 3 Miliar untuk Istri Muda Ternyata Palsu