Banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera tak hanya menyisakan lumpur. Di baliknya, ada kisah-kisah perjuangan yang luar biasa. Mulai dari upaya evakuasi yang nyaris mustahil, pencarian tanpa henti, hingga langkah-langkah kreatif untuk memulihkan layanan vital yang lumpuh.
Di Sibolga dan Tapanuli Tengah, misalnya. Hampir 90% petugas SPBU menjadi korban bencana. Akibatnya, banyak pom bensin tak bisa beroperasi. Padahal, bahan bakar sangat dibutuhkan, termasuk untuk kendaraan-kendaraan bantuan.
Menyikapi hal ini, TNI akhirnya turun tangan. Personel Denbekang I/2 A Kodam I/Bukit Barisan diterjunkan untuk jadi operator dadakan di sejumlah SPBU yang terdampak. Tugas mereka sederhana namun krusial: memastikan pengisian BBM berjalan aman dan teratur di tengah situasi yang serba tak menentu.
“Kehadiran prajurit TNI tidak hanya membantu kelancaran distribusi BBM, tetapi juga memberikan rasa tenang bagi masyarakat yang membutuhkan layanan energi dalam masa sulit,”
kata Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi.
Ini memang bagian dari tugas kemanusiaan, kata TNI. Upaya memulihkan infrastruktur pelayanan publik yang sempat lumpuh. Tak cuma di SPBU, prajurit dari Yonif 122/Tombak Sakti juga dikerahkan ke titik-titik terisolir. Mereka menghadapi medan berat, jalan terputus total. Bantuan logistik harus dipikul dan diangkut dengan berjalan kaki puluhan kilometer, seperti yang terjadi di Kecamatan Sitahuis.
Starlink di Tengah Hutan Aceh
Sementara itu, di Aceh Timur, masalahnya lain lagi: komunikasi putus total. Polda Aceh punya solusi unik. Mereka membawa perangkat WiFi Starlink ke Desa Pante Rambong yang terisolasi. Begitu perangkat dinyalakan, warga langsung berkerumun dengan ponsel masing-masing. Suasana haru pun tak terhindarkan.
“Ada yang nangis terharu, terima kasih setingginya kepada Kapolda Aceh dan Kapolres Aceh Timur yang sudah menyediakan pelayanan wifi gratis atau starlink masuk desa ini,”
kata seorang perangkat desa setempat.
Lumpur Setinggi Leher dan Perjalanan Memutar
Tapi, tantangan terberat mungkin ada di lokasi lain di Aceh Timur. Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky bercerita tentang medan evakuasi yang benar-benar ekstrem. Lumpur sisa banjir dan longsor mencapai setinggi leher orang dewasa, membentang sejauh 8 kilometer. Akses darat, hutan, maupun sungai, semuanya terhalang.
“Dua hari yang lalu kita mengirim 20 orang pemuda desa tetangga dengan bekal beras apa adanya, berbagi tim, melacak keberadaan ratusan orang yang dilaporkan hilang kontak ini,”
Artikel Terkait
Prudential Turun ke Kampus, Bekali Mahasiswa Hadapi Godaan Pinjol dan Judi Online
Kadisporapar Kalbar Bawa Aspirasi Atlet ke Kantor Staf Kepresidenan
Idealisme yang Tergadaikan: Saat Harga Diri Dipertaruhkan di Tengah Kemajemukan
Bupati Aceh Utara Menangis di Depan Media: Kami Sudah Tak Sanggup Lagi