Di sisi lain, menghadapi protes yang meluas, Bahlil akhirnya mengakui adanya kendala besar di lapangan. Ia menjelaskan bahwa meski stok tersedia, akses logistik lewat darat satu-satunya jalur yang memungkinkan ternyata banyak yang terhambat parah.
Pemerintah bilang sedang berupaya mempercepat perbaikan infrastruktur agar truk tangki bisa masuk. Tapi kapan persisnya itu akan terealisasi? Belum ada kejelasan. Bagi warga yang sudah lima hari antre dan pulang dengan tangan kosong, penjelasan ini terasa terlalu lambat dan tak menyentuh inti persoalan yang mereka hadapi hari ini.
Insiden viral antara menteri dan warga itu bukan sekadar drama sesaat. Ia adalah cermin nyata dari jurang antara klaim di tingkat pusat dan realita pahit di lapangan. Krisis ini mengingatkan kita semua: ketersediaan stok itu percuma kalau jalur pendistribusiannya terputus.
Untuk memulihkan kepercayaan, langkah nyata dan transparansi dalam penyaluran bantuan sangat dibutuhkan. Bukan sekadar pernyataan “aman” yang justru memantik tanya: aman di mana?
Suara warga yang menyela jumpa pers itu adalah alarm. Sebuah panggilan mendesak agar hak dasar mereka segera dipenuhi, bukan ditanggapi dengan klaim yang tak menyelesaikan masalah.
Artikel Terkait
Beras dan Mi Hancur Berantakan, TNI Evaluasi Metode Airdrop untuk Korban Bencana
Kucing Berrompi Polisi Nyelonong ke Tengah Apel Malam Polresta Pontianak
Sumber Kontaminasi Cengkeh Radioaktif Terungkap dari Perkuburan di Lampung
Mendagri Tito Karnavian: Geopark Bukan Cuma Batu, Tapi Mesin Ekonomi Daerah