Beberapa hari lalu, saya memberikan sebuah teks naratif kepada siswa. Panjangnya bahkan tak sampai satu halaman penuh. Tapi reaksi mereka datang lebih cepat. Sebelum mulai membaca, beberapa anak sudah menghela napas berat. Lalu terdengar bisikan, “Pak, ini panjang sekali… bisa ringkas saja?”
Suara itu bukan hal baru lagi. Ia muncul begitu sering sampai-sampai membentuk sebuah pola yang jelas: sebuah ketidaksabaran membaca yang kian mengakar. Dan saya rasa, yang berubah bukan cuma minat baca mereka. Lebih dari itu, cara mereka memproses informasi pun sudah berbeda.
Generasi sekarang ini dibentuk oleh dunia digital yang bergerak super cepat. Bayangkan saja, layar ponsel memberi mereka video pendek 10 detik, cuplikan teks mini, dan informasi instan yang mengalir tanpa henti. Di tengah arus deras seperti itu, wajar kalau paragraf panjang tiba-tiba terasa seperti beban. Bukan lagi tantangan intelektual yang menarik.
Akibatnya? Sangat kentara di kelas. Begitu bertemu teks yang agak panjang, banyak siswa langsung mencari jalan pintas. Mereka membaca diagonal, mata berburu kata kunci, atau malah menunggu teman yang mau menjelaskan. Alhasil, detail penting terlewat. Alur penjelasan tak dipahami. Kemampuan analisis pun melemah, karena proses membacanya cuma setengah hati. Yang hilang bukan cuma ketekunan, tapi juga ketajaman berpikir.
Saya tak menutup mata. Memang, budaya digital punya andil besar mengikis fokus. Tapi di sisi lain, sekolah sendiri sering ikut-ikutan terburu-buru. Kita menuntut analisis mendalam, tapi jarang sekali menyediakan ruang bagi siswa untuk membangun kebiasaan membaca yang pelan dan teliti. Padahal, kemampuan semacam itu tak mungkin tumbuh dari konsumsi konten serbacepat.
Ia hanya bisa lahir dari perjumpaan dengan teks panjang yang menuntut perhatian utuh dan, ya, kesabaran mental.
Artikel Terkait
Mantan Karyawan IMIP Bongkar Modus Sembunyikan Ribuan Pekerja China Saat Sidak
Sindikat Kartu Kredit Internasional Dibekuk di Bali, Suami Artis Korsel Jadi Korban
Tere Liye Soroti Respons Bencana: Rakyat Tak Tahu Terima Kasih atau Pemerintah yang Abai?
Proyek Galian Pesanggrahan Bikin Layanan Transjakarta Koridor 13 Tersendat