Ini baru pertama kalinya seluruh Aceh ditambah sebagian wilayah Sumut yang berbatasan dilanda banjir sebesar ini.
Memang, hujan pekan lalu sungguh luar biasa derasnya. Tapi, banyaknya kayu gelondongan yang hanyut menjadi bukti nyata bahwa penebangan hutan masih berlangsung. Seorang pejabat sempat berdalih itu adalah kayu tumbang. Alasan itu mudah dipatahkan. Ukuran kayu-kayu itu seragam panjangnya.
Dan yang lebih menyakitkan, begitu hujan reda, truk-truk besar sudah terlihat lagi mondar-mandir mengangkut kayu gelondongan. Seolah mengejek para korban yang masih berjuang.
Meski hujan sudah berhenti dua hari, banyak daerah di Bener Meriah masih terisolasi. Menyalurkan bantuan ke kantong-kantong terpencil itu sangat sulit.
Di Sumatera Utara, pemandangan miris juga terlihat. Jalanan masih becek, banjir baru saja surut, tapi truk-truk pengangkut kayu hasil tebangan sudah berani melintas. Bayangkan, seminggu lagi mereka pasti makin leluasa. Apalagi sebulan kemudian.
Saya bingung menentukan mana yang paling parah: Sumbar, Sumut, atau Aceh. Korban jiwa di Sumut 293, Sumbar 165, dan Aceh 173. Totalnya, seperti tadi, 631 jiwa melayang.
Wajar saja kemarahan publik meluas. Bukan cuma di Sumatra, tapi sampai ke Jawa. Apalagi setelah melihat video-video yang beredar: rumah hanyut tinggal atap, satu kampung terkubur longsor serentak. Sungguh memilukan.
Kelihatannya, bukan cuma manusia yang marah pada manusia. Alam pun mulai menunjukkan amarahnya pada keserakahan kita.
(Dahlan Iskan)
Artikel Terkait
Dari Sawit Strategis ke Sitaan Massal: Belokan Tajam Prabowo di Tengah Kontroversi
Bantuan Logistik Diterobos Lewat Udara Saat Banjir Aceh Tamiang Lumpuhkan Jalur Darat
Otak dalam Cengkeraman Gula: Mengapa Manis Bisa Jadi Jerat Dopamin
Morowali dalam Bayang-Bayang: Negeri di Dalam Negeri yang Tak Pernah Diperiksa