Penantian yang cukup panjang sejak usai shalat Isya akhirnya berbuah manis. Sekitar pukul 22.30 malam, saya diizinkan masuk. Saat itu, Syekh Hudzaifi sedang membimbing murid-muridnya dalam membaca Alquran. Setelah kegiatan tersebut selesai, saya akhirnya bisa bertemu langsung dengan beliau.
Syekh Ali Al-Hudzaifi menyambut saya dengan ramah dan hangat. Beliau menanyakan kabar, asal negara, serta kondisi umat Islam di Indonesia. Saya pun menyampaikan kekaguman saya terhadap murattal beliau yang telah menemani saya sejak remaja.
Dalam pertemuan itu, saya memberikan hadiah buku karya saya berjudul "Fa Walli Wajhaka Syathral Masjidil Haram". Syekh pun terkesan dan bertanya mengenai latar belakang pendidikan saya. Saya menjelaskan bahwa saya adalah dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang.
Beliau kemudian berbagi cerita tentang pengalamannya di Indonesia serta berdiskusi mengenai tafsir ayat Alquran. Doa-doa baik beliau pun mengalir untuk keluarga saya dan seluruh jamaah Indonesia.
Meskipun awalnya tidak diizinkan untuk berfoto, saya pulang dengan hati yang penuh kebahagiaan. Seorang petugas berkomentar, "Selamat, kesabaranmu menunggu akhirnya membuahkan hasil."
Pukul setengah satu malam, saya kembali ke hotel dengan membawa kenangan dan doa yang tak ternilai dari seorang imam besar Masjid Nabawi.
Artikel Terkait
Analisis Politik Pasca Jokowi: Pengaruh, Dinasti, hingga Isu Ijazah Palsu
Zohran Mamdani: Strategi Politik Walikota Muslim Pertama New York Menurut KH Athian Ali
Pernikahan Boiyen: Detail Kebaya, Makeup Natural, dan Momen Haru Akad Nikah Adat Sunda
Evaluasi 27 Bandara Baru Jokowi: Rp 14 Triliun untuk Prestasi atau Beban Negara?