Pernyataan Sikap Aliansi Advokat Bandung Bergerak Menolak Kriminalisasi 8 Aktivis
Aliansi Advokat Bandung Bergerak secara resmi menyampaikan pernyataan sikap terkait perkembangan hukum terbaru. Polda Metro Jaya telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka, yaitu Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, Tifauziah Tyassuma, Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.
Para tersangka tersebut dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian berdasarkan Pasal 27A dan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP. Ancaman pidana maksimal yang dihadapi mencapai 6 tahun penjara.
Indikasi Kemunduran Demokrasi dan Reformasi Kepolisian
Di tengah desakan masyarakat untuk reformasi di tubuh Polri, penetapan 8 aktivis sebagai tersangka justru menguatkan opini publik mengenai perlunya perubahan mendesak di institusi kepolisian. Langkah ini dipertanyakan oleh Komisi Reformasi Polri dan berpotensi mereduksi Indonesia dari negara demokratis menuju negara otoriter.
Penetapan tersangka terhadap para aktivis ini dinilai telah menimbulkan keresahan masyarakat dan ketidakpastian hukum. Terdapat dugaan kuat adanya kriminalisasi terhadap hak berekspresi dan berpendapat yang seharusnya dijamin oleh konstitusi Indonesia.
Dasar Hukum Penolakan Kriminalisasi Aktivis
Aliansi Advokat Bandung Bergerak mendasarkan penolakannya pada beberapa prinsip hukum fundamental:
Pertama, negara hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menjamin setiap warga negara memperoleh perlindungan hukum yang adil tanpa diskriminasi.
Kedua, setiap tindakan penegakan hukum harus berlandaskan azas due process of law dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Ketiga, proses penetapan 8 tersangka oleh Polda Metro Jaya menunjukkan indikasi ketidakwajaran dalam aspek substansi hukum, prosedural, maupun motif politik di baliknya. Hal ini dapat mencederai prinsip keadilan dan independensi aparat penegak hukum.
Keempat, kriminalisasi terhadap individu atau kelompok yang memperjuangkan kepentingan publik merupakan bentuk kemunduran demokrasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Artikel Terkait
Raja Yordania Abdullah II Tiba di Indonesia, Disambut Hangat Prabowo Subianto
Kecelakaan Fatal di Bali, 5 Wisatawan China Tewas di Jalan Singaraja-Denpasar
AS Setujui Penjualan Senjata Rp 5,51 Triliun ke Taiwan, China Marah dan Protes
Dua Pertaruhan Utama Kasus Ijazah: Analisis Ahmad Khozinudin Soal Kekuasaan & Warisan Politik