Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, berulang kali menegaskan prinsip mereka. "Siapa pun yang terbukti mengetahui dan bertanggung jawab dalam perkara ini bisa dijadikan tersangka jika ada alat bukti yang cukup," katanya.
Namun begitu, sampai saat ini baru dua nama yang resmi berstatus tersangka: Heri Gunawan dan Satori. Penetapannya dilakukan pada 7 Agustus 2025. Mereka belum ditahan, dengan alasan penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan.
Lantas, bagaimana modusnya? Konstruksi kasusnya berawal dari Panitia Kerja Komisi XI DPR yang membahas anggaran BI dan OJK. Dana sosial BI dikucurkan lewat yayasan-yayasan yang dikelola anggota dewan. Heri dan Satori diduga menugaskan orang kepercayaan untuk mengajukan proposal bantuan.
Masalahnya, pada periode 2021 sampai 2023, dana itu cair tanpa ada kegiatan sosial yang sesuai proposal. Uangnya menguap ke hal lain.
Heri Gunawan disebut menerima Rp15,86 miliar. Uang sebesar itu dialihkan ke rekening pribadi, dipakai buat bangun rumah makan, beli tanah, dan kendaraan. Sementara Satori dapat Rp12,52 miliar. Dananya dipakai untuk deposito, beli tanah, buka showroom mobil, dan beli kendaraan. Ada juga dugaan upaya menyamarkan transaksi lewat sebuah bank daerah.
Keduanya dijerat dengan Pasal 12B UU Tipikor beserta UU TPPU. Berat.
Pertanyaan besarnya: kapan giliran pimpinan BI? Upaya konfirmasi kepada Gubernur Perry Warjiyo tak membuahkan hasil. Bahkan, nomor WhatsApp jurnalis yang mencoba menghubungi diduga diblokir. Suasana yang tentu saja menimbulkan tanda tanya besar.
Semua kini menunggu langkah KPK berikutnya. Apakah mereka akan berani membongkar sampai ke akar, atau hanya bermain di permukaan? Waktulah yang akan menjawab.
Artikel Terkait
Harvey Moeis Dapat Remisi Natal, Potongan Hukuman untuk Koruptor Rp 300 Triliun
Sorotan Ijazah Palsu: Setelah Hellyana, Kini Giliran Jokowi yang Ditagih Publik
Kafe-Kafe Ridwan Kamil Jadi Sorotan KPK, Diduga Tak Masuk Laporan Kekayaan
KPK Telusuri Jejak Vendor Abadi di Kasus Suap Bupati Bekasi