Di tungku bakar luar, paparan radiasi tercatat 216 mikrosivert per jam. Angka itu sudah tinggi. Namun, di dalam tungku bakar, levelnya melonjak drastis: mencapai 700 mikrosivert per jam. Sungguh angka yang mengerikan.
Perusahaan ini, PT PMT, diketahui beroperasi kurang dari setahun, dari September 2024 hingga Juli 2025. Bisnisnya adalah mengolah scrap dan barang bekas menjadi bahan baku stainless. Tapi di balik aktivitas produksi itu, tersimpan masalah serius.
Menurut penyelidikan, aparat menemukan tumpukan limbah sisa industri berupa refraktori bekas. Material ini diduga kuat mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Yang lebih parah, limbah itu disimpan begitu saja di gudang produksi. Tidak ada pengelolaan yang layak, bahkan aturan paling dasar pun diabaikan.
Tak cuma ditimbun, sebagian limbah berbahaya itu malah dibuang ke lapak rongsokan di sekitar Cikande. Praktik yang ceroboh dan membahayakan lingkungan serta warga sekitarnya.
Kini, dengan ditetapkannya sang direktur sebagai tersangka, kasus ini memasuki babak baru. Proses hukum akan berjalan, dan banyak yang berharap ini menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya bagi pelaku industri, tapi bagi semua pihak yang berkepentingan.
Artikel Terkait
Silent Blue Code di Tubuh Polri: Pelanggar Dihukum, Lalu Naik Pangkat
Kupas Tuntas Dugaan Suap Kuota Haji, KPK Selidiki Lobi ke Mantan Menag
Dewas KPK Periksa Penyidik, Sorotan Mengapa Bobby Nasution Belum Dipanggil?
Skandal Kuota Haji: Mantan Menag Dicekal, Dugaan Kerugian Negara Tembus Rp1 Triliun