Di Balik Warung Kopi Pangku: Ketika Perempuan Terjebak di Ruang Antara

- Selasa, 25 November 2025 | 23:06 WIB
Di Balik Warung Kopi Pangku: Ketika Perempuan Terjebak di Ruang Antara

Kita bisa belajar dari negara lain. Thailand, misalnya. Upaya penertiban moral atas industri yang melibatkan tubuh perempuan tak pernah membuahkan transformasi berarti kecuali ketika ada ekosistem pendukung yang solid. Filipina juga pernah mencoba pendekatan serupa, menggabungkan regulasi moral dan legalisasi sebagian praktik. Tapi perubahan yang paling nyata justru muncul ketika akses pendidikan, kredit komunitas, perlindungan hukum, dan pendampingan usaha dilakukan sebagai satu sistem utuh bukan sekadar proyek temporer.

Persoalan perempuan marjinal memang tak pernah sederhana. Ini adalah simpul kompleks dari ekonomi, norma sosial, birokrasi, pasar tenaga kerja, dan struktur keluarga. Di satu sisi kita bilang perempuan harus maju, tapi di sisi lain kita membatasi langkah mereka. Kita minta mereka mandiri, tapi membiarkan mereka mencari jalan di tanah retak tanpa kompas. Kita ingin mereka bangkit, tapi yang kita beri cuma poster motivasi bukan struktur yang bisa dipanjat.

Kalau perempuan seperti Sartika benar-benar ingin keluar dari ruang liminal ini, yang dibutuhkan bukan instruksi. Tapi infrastruktur. Bukan cuma hibah, melainkan sistem yang memberi kesempatan kedua bahkan ketiga. Sistem yang menyediakan ruang aman untuk jatuh tanpa distigma permanen. Sistem yang bekerja bukan atas dasar belas kasihan, tapi prinsip keadilan.

Pemberdayaan sejati bukan tentang menyuruh seseorang berdiri. Ia tentang menciptakan dunia di mana berdiri menjadi mungkin. Di akhir film "Pangku", wajah Sartika kembali jadi fokus. Masih dengan diam yang sama. Tapi diamnya bukan pasrah ia memendam pertanyaan: Apa aku yang memilih nasib ini, atau sistem yang memaksaku begini?

Andai suatu hari warung kopi pangku hilang bukan karena perempuan-perempuannya menghilang, melainkan karena sistemnya berubah. Kehidupan perempuan marjinal hari ini memang seperti fraktal: terlihat acak, retak, tak beraturan. Tapi fraktal selalu punya pola tersembunyi. Pola itu bukan datang dari nasib, melainkan dari struktur. Dan berbeda dengan nasib, struktur selalu bisa diubah.


Halaman:

Komentar