Kurangnya eksplorasi ini berdampak signifikan pada produksi minyak nasional. Djoko memaparkan bahwa produksi minyak Indonesia telah menurun drastis. Jika sebelumnya Indonesia mampu memproduksi 1,6 juta barel per hari dan mengekspor satu juta barel, kini justru harus mengimpor minyak mentah sebanyak satu juta barel per hari.
Selain minyak mentah, Indonesia juga masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan LPG dan bensin. Sekitar 80 persen kebutuhan LPG nasional masih dipasok dari luar negeri.
Data SKK Migas menunjukkan potensi yang masih sangat besar. Dari total 128 cekungan migas di Indonesia, 65 di antaranya belum dieksplorasi sama sekali. Hanya 20 cekungan yang saat ini sudah berproduksi, sementara sisanya berada dalam berbagai tahap penemuan dan penelitian.
Dengan skema pendanaan baru ini, diharapkan seluruh cekungan yang belum tergarap dapat dieksplorasi. Targetnya, 75 Wilayah Kerja migas yang akan dilelang hingga tahun 2027 dapat menarik minat investor.
Meski risiko eksplorasi di Indonesia masih tinggi, dengan indeks probabilitas penemuan saat ini di angka 30 persen, dibandingkan sebelumnya yang hanya 10 persen, skema pendanaan mandiri ini diyakini dapat mendorong penemuan cadangan migas baru yang signifikan di masa depan.
Artikel Terkait
Program Bapak Asuh Bank Mandiri: Wujudkan Mantan PMI Jadi Pengusaha Mandiri
24 Perusahaan Dinyatakan Bebas Cesium-137: Operasional & Ekspor Kembali Normal
WIKA Rugi Triliunan Akibat Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Ini Penjelasan dan Klaimnya
Rahasia Produktivitas Sido Muncul: Fokus pada Kebahagiaan Karyawan