Harga batu bara masih terperangkap di bawah level USD110 per ton. Pada Kamis (18/12/2025) ini, harganya bergerak di sekitar posisi terendah yang tercatat dalam beberapa pekan terakhir. Tekanan jual masih terasa kuat.
Menurut sejumlah analis, sentimen negatif ini dipicu oleh laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA). Badan energi global itu memproyeksi permintaan batu bara dunia bakal melemah menjelang akhir dekade. Persaingan dengan sumber energi lain makin sengit saja.
Dalam laporan tahunannya yang dirilis belum lama ini, IEA memang masih memprediksi kenaikan permintaan batu bara global tahun 2025. Angkanya sekitar 0,5 persen, mencapai rekor 8,85 miliar ton. Tapi, ini seperti puncak terakhir sebelum jalan menurun.
Setelah 2025, trennya diperkirakan akan mendatar. Lalu, perlahan-lahan mulai turun menuju tahun 2030. Perubahan struktural di sektor energi global memang sedang berlangsung, dan batu bara tampaknya akan jadi pihak yang terpukul.
Lantas, apa penyebabnya? IEA menyoroti beberapa faktor kunci. Ekspansi energi terbarukan yang begitu pesat, misalnya. Belum lagi kebangkitan pembangkit listrik tenaga nuklir dan makin masifnya penggunaan gas alam cair (LNG). Semua itu, dalam jangka panjang, akan menggerus porsi batu bara.
Artikel Terkait
Investor Asing Borong Saham, Tapi Lepas SBN Rp620 Miliar
Dony Oskaria: 15.000 Huntara Segera Dibangun untuk Korban Bencana
Delapan Blok Migas Segara Dilelang Pekan Depan
Harita Nickel Raih Penghargaan Akuntabilitas, Buktikan Komitmen di Balik Setiap Ton Nikel