Bank Indonesia masih sibuk mengkalkulasi dampak ekonomi dari bencana yang melanda Sumatera. Menurut BI, dampaknya tak bisa dilihat hitam putih begitu saja. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan, mulai dari aset yang hilang, aktivitas ekonomi yang terhenti, hingga efek positif dari proses rekonstruksi nantinya.
Sebagai langkah awal, mereka memperkirakan hilangnya aktivitas ekonomi selama kurang lebih 32 hari. Dari perhitungan sementara itu, dampak terhadap PDB tahunan terlihat masih terbatas sekitar minus 0,017 persen. Tapi angka ini belum final. BI masih menunggu data yang lebih lengkap, termasuk hasil survei dari BPS.
“Dampaknya itu kepada perekonomian memang agak negatif tetapi karena tadi masih perhitungan sementara dalam PDB setahun ini perkiraannya baru minus 0,017 persen,”
ungkap Deputi Gubernur BI, Aida S Budiman, dalam konferensi pers di Gedung BI, Rabu (17/12).
Di sisi lain, tekanan inflasi disebut masih terkendali. Meski ada potensi kenaikan harga di wilayah bencana, pemantauan mingguan BI menunjukkan sebagian komoditas pangan yang sebelumnya memicu lonjakan mulai membaik.
Aida menjelaskan, harga beras, telur ayam, dan bawang sudah menunjukkan tren perbaikan. Namun begitu, komoditas seperti daging ayam ras dan cabai rawit masih relatif tinggi. Secara umum, inflasi diproyeksikan tetap sedikit di atas titik tengah target 2,5%, tapi masih dalam rentang yang ditetapkan.
Pengendalian inflasi akan terus digenjot lewat koordinasi tim pusat dan daerah, khususnya di wilayah terdampak.
Menariknya, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2025 justru menunjukkan sinyal perbaikan. Di kuartal IV, pertumbuhan diperkirakan lebih tinggi ketimbang kuartal III yang tercatat 5,03%. Untuk keseluruhan tahun 2025, BI memproyeksikan pertumbuhan di kisaran 4,7-5,5%, dan berlanjut meningkat pada 2026.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, momentum perbaikan ini harus terus dijaga. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2025 membaik, didorong oleh belanja sosial pemerintah dan meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap pendapatan serta lapangan kerja.
Investasi non-bangunan juga ikut menguat, seiring membaiknya keyakinan pelaku usaha yang tercermin dari ekspansi PMI manufaktur. Hanya saja, BI mengingatkan kinerja ekspor berpotensi melambat. Karena itu, penguatan permintaan domestik menjadi kunci untuk menjaga laju pertumbuhan.
Artikel Terkait
BRI Siap Cairkan Dividen Interim Rp137 per Saham Awal 2026
BI Perpanjang Keringanan Kartu Kredit hingga 2026, Tapi Kredit UMKM Masih Tersendat
Formula Baru UMP 2026: Faktor Alfa Melonjak Atas Perintah Langsung Prabowo
Waspada! Ini Ciri-Ciri Saham Gorengan yang Bisa Bikin Kantong Jebol