Rupiah Terseret Sinyal Dovish The Fed, 2026 Diramal Penuh Badai

- Senin, 15 Desember 2025 | 16:25 WIB
Rupiah Terseret Sinyal Dovish The Fed, 2026 Diramal Penuh Badai

Bahkan lembaga-lembaga dunia macam IMF, Bank Dunia, ECB, dan OECD punya pandangan serupa. Mereka memprakirakan pertumbuhan ekonomi global bakal melambat, terfragmentasi, dan sedang mengalami transformasi besar-besaran.

"Perlambatan ini disebabkan oleh perdagangan dunia yang melemah, rantai pasok yang direstrukturisasi demi keamanan bukan sekadar efisiensi, utang publik di banyak negara yang berada pada titik tertinggi, dan perkembangan teknologi yang lebih pesat ketimbang penerbitan regulasi baru," jelas Ibrahim.

Kondisinya memang rentan. Valuasi aset di sejumlah negara sudah naik terlalu cepat beberapa tahun belakangan. Sistem perbankan pun belum sepenuhnya pulih, masih terbebani kredit bermasalah dan kerugian portofolio di tengah suasana suku bunga tinggi.

Era suku bunga tinggi yang diprediksi bakal bertahan lama ini jelas jadi tekanan nyata bagi dunia usaha menjelang 2026. Belum lagi ketidakpastian sosial dan politik yang makin terasa.

"Jika disatukan semuanya, 2026 berpotensi menjadi tahun di mana banyak hal dapat berjalan salah arah," kata dia.

Risiko yang mungkin muncul tahun depan, lanjutnya, mulai dari perlambatan ekonomi global yang lebih tajam, proteksionisme dan pembatasan ekspor yang meningkat, ketidakstabilan energi, konflik berkepanjangan, hingga disrupsi teknologi yang melampaui kemampuan adaptasi.

Dengan analisis itu, Ibrahim memprediksi pergerakan rupiah ke depan masih akan fluktuatif. Untuk perdagangan selanjutnya, ia memperkirakan mata uang kita berpotensi ditutup melemah lagi, bergerak dalam rentang Rp16.660 hingga Rp16.690 per dolar AS.


Halaman:

Komentar