Hingga akhir Oktober 2025, aksi tegas terhadap rokok ilegal sudah menyentuh angka yang fantastis: 954 juta batang. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (20/11) lalu. Menurutnya, upaya penindakan ini punya andil besar dalam mendongkrak penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai.
Secara keseluruhan, penerimaan kepabeanan dan cukai telah menembus Rp 249,3 triliun. Angka ini tumbuh 7,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cukai sendiri menyumbang porsi terbesar, yakni Rp 184,2 triliun. Yang menarik, meski volume produksi rokok dilaporkan sedikit menurun, nilai penerimaan cukai justru lebih tinggi 5,7 persen ketimbang tahun lalu.
"Secara penerimaan dia lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi 5,7 persen. Namun kita lihat bahwa produksi cukai hasil tembakaunya itu sedikit di bawah tahun lalu," ujar Suahasil.
Di sisi lain, penerimaan bea keluar juga menunjukkan tren positif, mencapai Rp 24 triliun. Kenaikan ini didorong oleh harga CPO yang menggembung dan volume ekspor sawit yang meningkat. Kebijakan ekspor konsentrat tembaga sejak Maret lalu juga turut menyumbang. Sementara itu, bea masuk terkumpul Rp 41 triliun, meski terkontraksi 4,9 persen. Penyebabnya? Penurunan bea masuk dari komoditas pangan dan makin meluasnya pemanfaatan Perdagangan Bebas (FTA) di berbagai sektor.
Kembali ke soal pengawasan, Suahasil menyoroti eskalasi penindakan rokok ilegal yang cukup signifikan. "Sampai dengan akhir Oktober telah dilakukan 15.800 kali penindakan lebih. Dan rokok ilegal yang ditegah adalah 954 juta batang," ungkapnya. Jumlah itu melonjak 41 persen dari tahun sebelumnya. Tapi, ya, angka itu masih jauh dari estimasi peredaran rokok ilegal di lapangan.
"Estimasi rokok ilegal itu setidaknya antara 7-10 persen rokok ilegal beredar di pasaran," katanya. Ia pun menegaskan komitmen untuk terus memperkuat sinergi antar lembaga penegak hukum.
PNBP: Tembus Rp 402,4 Triliun di Tengah Tantangan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir Oktober tercatat Rp 402,4 triliun. Ini sudah mencakup 84,3 persen dari outlook. Tapi ceritanya nggak sepenuhnya mulus. Suahasil menjelaskan, pendapatan dari Sumber Daya Alam (SDA) migas justru terkontraksi 13,2 persen, terutama karena harga minyak mentah dunia yang lesu dan lifting gas yang turun.
Artikel Terkait
BEI Amankan Dua Saham Panasan AMMS dan FPNI Usai Catatkan Kenaikan Gila-Gilaan
INDEF Soroti Dampak Nyata Dana Segar Rp 200 T, Suku Bunga Mulai Merosot
Laporan Pekerjaan AS Picu Aksi Jual Besar-besaran di Wall Street
Cair Lagi, BPNT Tahap Empat Bisa Dicek Online