Angkanya cukup mencengangkan. Sepanjang sembilan bulan pertama di tahun 2025, realisasi investasi hilirisasi mencatatkan angka Rp 431,4 triliun. Yang menarik, ini bukan kenaikan biasa. Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, nilainya melonjak tajam hingga 58,1 persen. Jadi apa yang terjadi? Ternyata, kebijakan pemerintah yang semakin ketet memainkan peran penting. Ekspor bahan mentah sudah tak lagi diizinkan, dan proses pengolahan tier pertama kini wajib dilakukan di dalam negeri.
Di Antara Business Forum, Jakarta, Rabu (19/11), Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu dengan tegas menyatakan bahwa hilirisasi kini jadi fondasi utama transformasi ekonomi Indonesia. "Kita sudah masuk ke kebijakan yang tidak lagi mengizinkan sumber daya alam diekspor dalam bentuk raw material. Setidaknya proses tier pertama harus dilakukan di dalam negeri," tegasnya.
Menurut Todotua, hilirisasi bukan lagi sekadar program. Ini sudah jadi kerangka kebijakan nasional yang dirancang secara strategis. Pemerintah bahkan sudah menyiapkan peta jalan yang memuat 28 komoditas prioritas, dikelompokkan dalam delapan sektor besar. Tujuannya jelas: menarik investasi berorientasi ekspor sekaligus menciptakan nilai tambah lebih besar buat ekonomi nasional.
Kenaikan investasi yang mencapai ratusan triliun rupiah itu ternyata paling banyak disumbang sektor mineral. Di belakangnya, ada perkebunan dan kehutanan, migas, serta perikanan. Todotua menyebut ini sebagai penanda perubahan struktural dalam komposisi investasi Indonesia. "Tahun lalu totalnya hanya sekitar Rp 42,9 triliun. Kenaikan tahun ini membuktikan bahwa hilirisasi memberikan impact langsung pada peningkatan investasi nasional," katanya.
Indonesia memang punya modal besar. Kekayaan alamnya melimpah, populasi lebih dari 280 juta jiwa, dan posisi geopolitiknya strategis—tepat di tulang punggung jalur perdagangan global. "Indonesia ini luar biasa. Apa yang dicari ada di sini. Kita berada pada backbone geopolitik timur–barat dan utara–selatan, dengan ALKI II sebagai penggerak ekonomi internasional," ujar Todotua dengan semangat.
Di lapangan, sektor nikel jadi contoh yang cukup menggembirakan. Rantai industrinya hampir lengkap, mulai dari smelter sampai industri baterai. Pemerintah kini fokus menata hilirisasi bauksit, tembaga, dan timah agar rantai pasok domestik makin kuat. Tapi Todotua juga mengingatkan, pembangunan smelter yang tak terkendali berisiko bikin overcapacity dan tekan daya saing produk dalam jangka panjang.
Artikel Terkait
POSCO International Kuasai Sampoerna Agro, Perkuat Cengkeraman di Bisnis Sawit Indonesia
Pundi-Pundi Negara Digeber, Bea Keluar Emas Ditaksir Raup Rp 6 Triliun
Saham SGRO Beralih Tangan, Konglomerat Korea Kuasai Lahan Sawit 129 Ribu Hektare
Minyak Jelantah Program Gizi Nasional Disambar Singapore Airlines, Harganya Melonjak Dua Kali Lipat