Tantangan Kinerja Keuangan dan Prospek Pemulihan
Di tengah prospek cerah bisnis aluminium, kinerja keuangan ADMR pada paruh pertama 2025 masih mengalami tekanan. Penyebab utamanya adalah pelemahan harga batu bara metalurgi yang menyebabkan pendapatan perusahaan turun 26,87% secara tahunan menjadi USD 443 juta.
Penurunan pendapatan ini tidak diimbangi dengan penurunan biaya yang sepadan, sehingga margin laba kotor ADMR menyusut dari 54,36% menjadi 40,59%. Akibatnya, laba bersih perseroan terkikis 43,05% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Faktor Pendukung dan Proyeksi Harga Saham
Meski demikian, sejumlah sinyal positif mulai terlihat. Produksi dan harga batu bara metalurgi menunjukkan tanda-tanda stabilisasi. Sepanjang 2024, ADMR berhasil mencatatkan kenaikan produksi sebesar 29,75% menjadi 6,63 juta ton.
Sementara itu, harga aluminium global justru menunjukkan tren penguatan. Harga aluminium di London Metal Exchange (LME) terus mengalami kenaikan, dengan rata-rata harga pada Oktober 2025 mencapai USD 2.584,57 per ton. Permintaan aluminium global juga diproyeksikan terus tumbuh, didorong oleh industri hijau dan elektrifikasi.
Berdasarkan analisis dengan metode Sum-of-the-Parts (SOTP), nilai wajar saham ADMR diperkirakan berada di level Rp 1.490 per saham. Valuasi ini didukung oleh beberapa faktor kunci, termasuk dimulainya produksi smelter, meningkatnya harga aluminium dunia, rencana ekspansi kapasitas, dan stabilisasi harga batu bara metalurgi.
Artikel Terkait
HAIS Tambah Armada Baru: Kapasitas Angkut Naik 19% Dongkrak Kinerja
Strategi Garuda Indonesia 2024: Fokus Perbaikan Armada, Tunda Ekspansi Pesawat Baru
Proyeksi Produksi Batu Bara 2026 Turun: Dampak & Strategi PTBA Menghadapinya
MTO Saham KEJU: Harga Rp614 & Periode Penawaran 14 Nov - 13 Des 2025