Arif berpendapat, jika kebijakan tebang pilih tersebut dikaitkan dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang Muslim, boikot juga bisa ditujukan ke perusahaan multinasional Prancis yang beroperasi dan meraup profit besar dari sekitar 270 juta rakyat Indonesia.
“Pelarangan-pelarangan seperti itu kan mengurangi hak asasi manusia yang sangat mendasar dan itu tidak boleh dilakukan. Maka dari itu, kalau sampai ada perusahaan yang jelas-jelas berasal dari kawasan atau negara manapun yang terlihat jelas melakukan pelanggaran HAM, apalagi pelanggaran hak dasar beragama, kita harus bersikap,” tegas Arif.
Dia melanjutkan, masyarakat Indonesia masih bisa menggunakan produk-produk lain yang bukan berasal dari negara yang Islamofobia.
“Kenapa kita harus menjadi makmum kepada perusahaan yang berasal di negara yang Islamopobia? PBB sendiri sudah jelas, tegas, untuk melarang Islamopobia kan,” tutup Arif.
Sumber: wartaekonomi
Artikel Terkait
110 Dapur Gizi Beroperasi di Bali, Target Tuntas 2026 Cegah Stunting
Komisi Reformasi Polri Prabowo: Tugas, Anggota, dan Target 3 Bulan
Robot Kurir LM-A Suzuki & Lomby: Solusi Logistik Terbaru untuk Seven-Eleven
Timnas Indonesia U-17 di Ambang Pintu Piala Dunia 2025: Begini Syarat Lolosnya!