"Untuk para pengemudi yang mendapatkan jam kerja malam, mereka harus diatur jam kerja dan istirahatnya. Memastikan mereka tidur di siang hari sebelum perjalanan," sambungnya.
Lalu, bagaimana dengan masa transisi? Jusri punya catatan khusus.
"Kemudian saat fase idle atau peralihan dari kerja siang hari ke malam hari, perlu ada satu hari kosong di antara itu untuk menyiapkan diri, termasuk istirahat sebelum berganti jam kerja," kata Jusri.
Namun begitu, manajemen perjalanan saja belum cukup. Jusri menekankan pentingnya sistem pemantauan. Harus ada mekanisme untuk memonitor waktu istirahat dan kerja pengemudi, baik yang dijalankan perusahaan maupun diawasi oleh pemangku kebijakan.
"Jadi ada satu sistem yang bisa memonitor waktu istirahat pengemudi, baik pra-perjalanan maupun saat perjalanan. Ini sudah berlaku di Amerika, supaya tidak ada pengemudi yang sudah fatigue (kelelahan) maupun memiliki masalah mental," ungkapnya.
Oleh karena itu, harapannya jelas. Para pemegang kebijakan dan instansi terkait didorong untuk memperketat aturan seputar angkutan umum. Mulai dari mengelola perjalanan bus hingga menyelesaikan persoalan truk ODOL (Over Dimension and Over Load) yang sudah lama mengganggu.
Jika semua ini bisa dikontrol dengan baik, jalanan bukan lagi sekadar jalur berlalu-lalang. Ia akan bertransformasi menjadi ruang mobilitas yang jauh lebih aman. Aktivitas distribusi logistik dan transportasi massal pun akhirnya bisa berjalan maksimal, tanpa terus dibayangi rasa was-was.
Artikel Terkait
MG Siap Gempur Pasar 2026 dengan SUV Listrik dan Ekspansi Jaringan
IKN Buka Pintu untuk Libur Panjang, Ini Rute dan Fasilitas yang Disiapkan
Truk Tronton Dilarang Masuk Tol Sepanjang Nataru, Polisi Siap Tindak Tegas
Israel Pecah Kebekuan, Akui Somaliland sebagai Negara Berdaulat