Stasiun Gambir, salah satu titik paling vital di jantung Jakarta, akan segera mengalami perubahan besar. Hal ini menyusul perhatian khusus dari Presiden Prabowo Subianto terhadap nasib perkeretaapian nasional. Bagi pemerintah, kereta api bukan sekadar angkutan, melainkan tulang punggung transportasi publik yang harus terus diperkuat.
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengungkapkan, fokus Presiden adalah menciptakan sistem transportasi yang aman, nyaman, dan tentu saja terjangkau. Momentum seperti Angkutan Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi ujian nyata bagi komitmen ini.
Nah, dalam konteks itulah PT KAI mendapat mandat untuk mengembangkan Stasiun Gambir. Tujuannya agar stasiun legendaris ini tak lagi tertinggal dari dinamika ibukota yang terus melesat.
“Cerita pribadi nih,” ujar Teddy dalam sebuah keterangan, Kamis (25/12/2025).
“Dulu waktu kecil saya sering ke Gambir. Sampai sekarang, ya masih seperti itu, belum banyak berubah. Makanya, mumpung Pak Presiden sangat serius dengan perkeretaapian, tolong stasiun ini direnovasi. Diperbaiki, dipercantik, dan yang paling penting, dibuat lebih nyaman untuk masyarakat.”
Menurut Teddy, ini adalah kesempatan emas. Bukan cuma sekadar membenahi tempat naik-turun penumpang, tapi mengubah Gambir menjadi ruang publik yang representatif, sebuah simpul kehidupan kota yang baru.
“Saya usulkan pengembangan Stasiun Gambir harus terus digenjot,” tegasnya.
“Penataan kawasan, pembaruan fasilitas, semua perlu ditingkatkan. Pengalaman masyarakat saat naik kereta harus jauh lebih baik. Ini sejalan dengan peran Gambir yang sudah jadi simpul mobilitas utama secara nasional.”
Di sisi lain, respons dari PT KAI pun langsung mengalir. Direktur Utama Bobby Rasyidin menyatakan bahwa rencana pengembangan Stasiun Gambir sebenarnya sudah disiapkan secara bertahap. Konsepnya adalah Transit Oriented Development (TOD), menjadikannya pusat intermoda utama di Jakarta.
Artikel Terkait
Bulan Jadi Medan Perang Dingin Baru, Rusia dan AS Siapkan Reaktor Nuklir
Babe Haikal: Sertifikasi Halal 2026 Bukan Sekadar Urusan Label
Lahan Jadi Penghambat Utama Pembangunan Huntara bagi Korban Banjir Sumatera
Di Pesisir Batu Hiu, Seorang Seniman Menjadi Penjaga Terakhir Para Penyu