Lalu, ke mana arahnya nanti? Analis dari Stockbit menilai, dinamika komunikasi antara Gubernur Ueda dan Perdana Menteri Sanae Takaichi akan jadi hal yang patut dicermati. Takaichi dikenal memiliki pandangan yang lebih ‘dovish’ atau lunak soal kebijakan moneter. Interaksi keduanya bisa memberi sinyal penting.
Langkah BOJ ini semakin mempertegas kontras dengan bank sentral lain di dunia. Sementara Jepang mulai mengetatkan, The Fed di AS dan Bank Indonesia justru sudah beberapa kali memangkas suku bunga mereka. Selisih suku bunga AS-Jepang memang mulai menyempit, tapi ternyata belum cukup untuk menghentikan tekanan pelemahan pada yen.
Dari kacamata global, ada kekhawatiran soal likuiditas. Kenaikan suku bunga Jepang berpotensi memicu pembalikan ‘yen carry trade’, sebuah strategi di mana investor meminjam uang murah dalam yen untuk ditanamkan di aset berimbal hasil tinggi di negara lain. Jika strategi ini dibalik massal, bisa terjadi gejolak.
Tapi, menurut Stockbit, dampaknya masih bisa dikelola. Syaratnya, BOJ harus terus menaikkan suku bunga secara bertahap dan disertai dengan komunikasi yang jelas ke pasar.
Kini, semua mata tertuju pada negosiasi gaji musim semi tahun 2026 di Jepang. Hasil dari tawar-menawar upah itu akan menjadi penanda arah yang sangat kuat untuk langkah BOJ selanjutnya. Sementara itu, konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memprediksi, masih akan ada satu kenaikan suku bunga lagi sekitar 25 bps pada paruh kedua 2026. Proses normalisasi ini jelas akan berjalan perlahan, tapi arahnya sudah tak terbantahkan lagi.
Artikel Terkait
Prabowo: Senyum 91 Emas, Pusing Mikirin Bonus
Warung Gado-Gado di Kemanggisan Ludes Dilahap Api, 40 Personel Dikerahkan
CEO Ford Akui Tertinggal 25 Tahun dari Raksasa Mobil Listrik China
Tapanuli Utara Siapkan Ground Breaking Huntap, Data Warga Diverifikasi Ketat