Survei Ijazah Jokowi Dikecam, Pengamat Pertanyakan Etika Lembaga Riset: Logikanya Aneh!

- Sabtu, 31 Mei 2025 | 21:15 WIB
Survei Ijazah Jokowi Dikecam, Pengamat Pertanyakan Etika Lembaga Riset: Logikanya Aneh!




MURIANETWORK.COM - Isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali jadi sorotan, terutama setelah hasil survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa 66,9% masyarakat tidak mempercayai tuduhan tersebut.


Hanya sekitar 19,1% responden yang menganggap tuduhan itu bisa jadi benar.


Namun, hasil ini justru mengundang kritik tajam dari sejumlah pengamat, salah satunya Buni Yani, peneliti media dan politik.


Ia menegaskan bahwa survei opini publik tidak bisa dijadikan dasar untuk membuktikan keaslian dokumen.


“Mau seluruh responden percaya ijazah Jokowi asli, itu tidak serta-merta membuatnya benar. Survei bukan pengadilan,” tulis Buni di akun Facebook pribadinya, Jumat, 30 Mei 2025.


Buni bahkan mempertanyakan kredibilitas lembaga survei jika dipakai sebagai alat untuk membentuk persepsi publik demi kepentingan politik.


Baginya, yang lebih penting adalah pembuktian langsung keaslian dokumen, bukan hasil polling.


Nada serupa juga disampaikan Refly Harun, pakar hukum tata negara. Ia melihat fenomena ini sebagai bagian dari "perang opini", bukan lagi sekadar pembuktian administratif.


“Ini bukan soal lembar ijazah semata, tapi siapa yang mengontrol narasi. Yang satu ingin mengubur isu, yang lain ingin membongkarnya lewat jalur hukum,” ujar Refly dalam siaran KompasTV Jateng, Rabu 28 Mei 2025.


Menurut Refly, angka dalam survei bisa jadi alat pembenaran, bukan representasi objektivitas.


Ia mengingatkan publik untuk tidak menjadikan hasil survei sebagai dasar menutup kasus yang menyangkut keabsahan legalitas presiden.


Jokowi menanggapi hasil survei dengan santai. Ia menyebut 66,9% publik yang tidak percaya pada tudingan ijazah palsu sebagai bukti bahwa masyarakat masih menggunakan akal sehat.


“Kalau lihat datanya, logika publik masih jalan. Justru yang menuduh itu yang logikanya aneh,” ucap Jokowi di Solo, Rabu 28 Mei 2025.


Survei Indikator dilakukan melalui sambungan telepon terhadap 1.286 responden dari berbagai wilayah, dengan margin of error 2,8% dan tingkat kepercayaan 93%.


Data ini dikumpulkan bersamaan dengan survei lain soal kepercayaan terhadap lembaga negara dan penegakan hukum.


Refly Harun 'Pertanyakan' Sumber Dana dan Motif Survei Indikator Terkait Ijazah Jokowi




MURIANETWORK.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun memberikan respons soal hasil Survei Indikator Politik Indonesia terkait kepercayaan masyarakat terhadap keabsahan ijazah milik Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).


Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, sebanyak 66,9 responden menyatakan tidak percaya Jokowi sudah melakukan pemalsuan ijazah.


Sedangkan 19,1 persen responden percaya Jokowi memalsukan ijazah.


Diketahui, sebanyak 1.286 responden dilibatkan dalam survei ini.


Responden diwawancara melalui sambungan telepon pada periode 17-20 Mei 2025.


Metode sampel menggunakan double sampling dengan menghasilkan margin of error 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 93 persen.


Dari survei tersebut, diketahui pula 75,9 persen responden mengetahui kasus dugaan ijazah palsu Jokowi.


Mengenai hasil survei Indikator Politik Indonesia soal ijazah Jokowi ini, Refly Harun mengaku tetap menghormatinya.


Dia tetep mengkritisi survei tersebut, dengan melihat beberapa aspek, misalnya sumber dana dan motif di balik survei tersebut.


Hal ini disampaikan Refly Harun dalam tayangan Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV Jateng, Rabu (28/5/2025).


Menurut Refly, jika sumber dana survei tersebut berkaitan atau berasal dari yang bersangkutan, dalam hal ini Jokowi, maka ia tidak percaya hasilnya.


"Ya, pertama ya kita hormati saja, tetapi memang kalau saya disuruh mengkritik ya, pertama saya ingin tahu sumber dananya dulu," papar Refly.


"Kalau sumber dananya itu terkait dengan yang bersangkutan atau ada hubungan-hubungan kaitan yang bersangkutan, saya terus terang nggak percaya," katanya.


Refly juga mempertanyakan motif dari survei tersebut, sebab belakangan banyak pihak yang dibayar untuk mengampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli.


"Yang kedua, apakah motivasinya, misalnya campaign?" tanya Refly.


"Kan kita tahu bahwa banyak orang sekali yang, maaf kata ya, dibayar untuk mengkampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli," jelasnya


"Itu beda sama masyarakat yang biasanya yang ngomong apa adanya," lanjutnya.


Selanjutnya, Refly Harun mengkritik metode random sampling yang dipakai Indikator Politik Indonesia dalam survei tersebut.


"Yang berikutnya adalah, kalau saya lihat random ya? Saya kok agak sedikit mengkritik random samplingnya karena yang dijangkau kan sesungguhnya adalah orang-orang yang punya HP dan kemudian itu berasal dari database saja, database Indikator," ujar Refly.


"Makanya saya agak mengkritik randomnya, saya kira patut dipertanyakan. Kedua, berikutnya adalah phone survei itu kan bias terhadap orang-orang yang bisa dicapai dengan telepon," lanjutnya.


Dia juga menyoroti bentuk pertanyaan pada survei, yang menurutnya terlalu kuat.


Pertanyaan yang disorot Refly adalah 'Anda percaya Jokowi memalsukan ijazah?'.


Menurutnya, responden tidak akan tega jika blak-blakan menjawab 'percaya' untuk pertanyaan tersebut.


"Nah, berikutnya terakhir adalah soal pertanyaan dan jawaban yang tersedia," kata Refly.


"Begini, kalau soal pertanyaan ya, pertanyaan yang disampaikan menurut saya too strong. 'Apakah Anda percaya Jokowi memalsukan ijazah?'" tambahnya.


"Kalau itu pertanyaannya, saya kira secara psikologis orang juga orang Indonesia kan enggak tegaan juga," imbuhnya.


Selain itu, Refly menilai, ada variabel pertanyaan yang terkesan abu-abu atau samar, sehingga perlu menggunakan pertanyaan yang lebih halus.


"Tapi misalnya pakai pertanyaan yang lebih soft, misal, 'Anda percaya Bareskrim atau Roy Suryo?', kemudian 'Apakah Anda percaya dengan UGM?' Percaya, tidak percaya, dan variabelnya itu tidak abu-abu," jelasnya.


"Terakhir jawaban variabelnya gini. Percaya, kurang percaya, tidak percaya sama sekali variabelnya. Maka kurang percaya, cukup percaya itu menurut saya variabel abu-abu yang sering sekali digunakan surveyor," tandasnya.


Sumber: Sawitku

Komentar