Di Balairung Datuk Empat Suku, Sabtu lalu, Bupati Siak Afni Zulkifli menyampaikan sesuatu yang jarang terdengar dalam forum resmi. Di hadapan Menteri HAM Natalius Pigai, ia membongkar sederet persoalan hak asasi yang membelit masyarakatnya. Kuliah umum tentang penguatan HAM itu berubah menjadi ruang pengaduan yang jujur dan blak-blakan.
Afni mengaku, banyak yang mengingatkannya untuk tak berbicara terlalu keras. Tapi ia memilih tak gentar. Ia teringat pesan Pigai sendiri di Senayan, Jakarta: isilah ruang kosong yang tak sempat diisi negara.
Ia juga mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto agar pemimpin tak takut membela keadilan. Baru seminggu menjabat, Afni sudah berhadapan dengan warga yang bersentuhan hukum akibat konflik lahan. Persoalan agraria di Siak, katanya, ibarat bom waktu yang siap meledak.
Menurutnya, kondisi geografis Siak sudah didominasi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Guna Usaha (HGU). Afni bahkan meminta kawasan industri monokultur itu jangan lagi disebut 'hutan'. Meski begitu, dua kawasan konservasi untuk Harimau dan Gajah Sumatera masih bertahan. Tapi konfliknya makin kuat.
Angkanya cukup mencengangkan. HGU menyasar 45 kampung dan 6 kelurahan. HTI dan hutan menyentuh 63 kampung plus dua kelurahan. Dari total 131 kampung di Siak, hampir separuh masyarakat terdampak langsung. Setengah juta jiwa lebih masih kesulitan dapat akses jalan, pendidikan, dan kesehatan yang layak.
Persoalannya merambah ke mana-mana. Di Minas, akses air bersih nyaris nihil padahal itu bekas area operasi Chevron. Lahan pemakaman pun jadi krisis. Di Sungai Apit, harimau kerap masuk pemukiman karena habitatnya rusak. Sementara di Tualang, udara bersih jadi barang mewah akibat bau menyengat dari pabrik.
Artikel Terkait
Warga Grogol Amankan Pencuri yang Manfaatkan Kebakaran
Trump Dorong Penurunan Status Ganja Federal, Buka Jalan untuk Riset dan Bisnis
Remaja Palestina Tewas Tertembak dalam Penggerebekan Israel di Tepi Barat
BMKG Catat 40.000 Gempa Sepanjang 2025, Hanya 24 yang Merusak