Hutan Sumatera Menghilang, Bencana Banjir Hanya Puncak Gunung Es

- Minggu, 14 Desember 2025 | 10:15 WIB
Hutan Sumatera Menghilang, Bencana Banjir Hanya Puncak Gunung Es

Gelombang Dampak: Dari Darat Hingga ke Laut

Efeknya berantai. Penelitian ilmiah menunjukkan, deforestasi di kawasan tropis bisa memicu pemanasan permukaan tanah secara regional. Dampaknya bisa merambat ratusan kilometer dari lokasi tebangan.

Di sisi lain, akumulasi karbon di atmosfer mendongkrak suhu global, termasuk suhu air laut. Laut, yang selama ini menyerap panas dan karbon dengan sukarela, akhirnya kewalahan. Kemampuan daratan untuk menyerap panas juga melemah seiring hilangnya tutupan hutan. Beban pun bergeser ke laut.

Kondisi ini berpotensi menaikkan suhu permukaan laut, mengacaukan sirkulasi air, dan pada akhirnya memicu cuaca ekstrem yang lebih sering dan lebih ganas. Yang mengkhawatirkan, kemampuan hutan sebagai ‘penyerap karbon’ alami pun dilaporkan mulai melemah. Kita bukan cuma kehilangan hutan, tapi juga kehilangan kemampuan bumi untuk memperbaiki kerusakan yang kita buat.

Kenyataan di Sumatera sudah mengarah ke situ. Dengan 222.000 hektar hutan yang raib dalam setahun, potensi emisi karbonnya sangat besar. Ambil asumsi paling konservatif: setiap hektar menyimpan 200 ton karbon. Maka, pelepasan karbonnya bisa setara dengan puluhan juta ton CO₂.

Angka itu setara dengan emisi dari ratusan ribu kendaraan yang terus berkeliaran selama bertahun-tahun. Dan ini terjadi bersamaan dengan melemahnya penyerap karbon alami. Implikasinya jelas. Tak lagi sekadar banjir atau longsor lokal, tapi gangguan pada sistem iklim global: pemanasan atmosfer dan laut, pola hujan yang kacau, serta kerawanan bencana yang makin tinggi.

Nofiyendri Sudiar.

Dosen Fisika, Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs (13), dan Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang.


Halaman:

Komentar