Di sisi lain, Ubaid juga menyoroti sebuah celah penting dalam sistem pendidikan kita. Ia mendorong pemerintah untuk segera menyusun Kurikulum Darurat Bencana yang baku.
“Setahu saya, saat ini Indonesia belum memiliki kurikulum darurat yang baku dan operasional untuk situasi bencana. Ada beberapa pedoman umum, tetapi belum menjadi modul pembelajaran krisis yang terstandardisasi secara nasional,” paparnya.
Kurikulum semacam itu, lanjut Ubaid, harus fleksibel. Fokus utamanya bukan pada target akademis yang kaku, melainkan pada pemulihan kondisi psikososial siswa dan keselamatan mereka.
“Penyederhanaan capaian belajar dan pembelajaran berbasis aktivitas jauh lebih penting dalam kondisi darurat,” tambahnya.
Jadi, selain membangun kembali fisik sekolah, ada pekerjaan rumah lain yang tak kalah mendesak: memastikan proses belajar tetap berjalan dengan cara yang manusiawi, sesuai dengan keadaan para siswa yang terdampak.
Artikel Terkait
Verifikasi Ungkap Fakta di Balik Angka Korban Banjir Sumatera
Kemenbud Luncurkan 11 Jilid Sejarah Indonesia, Jawab Kerinduan Akan Narasi Utuh
Serangan ISIS di Palmyra Tewaskan Dua Tentara AS, Trump Siapkan Pembalasan
Bupati Siak Buka Suara: Bom Waktu Agraria dan Bau Menyengat di Ulu Hati