Rabu malam usai Magrib, Wahyu Putra Pratama menyaksikan air mulai merayap masuk ke rumahnya di Kampung Dalam, Karang Baru. Tak butuh waktu lama, situasi berubah jadi mencekam. Air naik dengan kecepatan yang sulit dipercaya hanya dalam satu setengah jam, permukaannya sudah menyentuh kabel listrik.
"Air naik cepat sekali, setinggi kabel listrik, sekitar tiga meter. Rumah sudah hancur semua,"
kata Wahyu, mengenang kejadian di akhir November lalu itu.
Dia dan warga lain langsung berhamburan. Dengan anak-anak kecil, mereka memutuskan mengungsi ke Kantor Komite Peralihan Aceh (KPA) yang dianggap lebih aman. Tapi ternyata, itu hanya awal. Dalam hitungan menit, banjir itu menyapu perkampungan mereka dengan brutal. Perkampungan yang tenang tiba-tiba berubah jadi lautan coklat yang bergolak.
Mereka pun terjebak. Selama lima hari penuh, bertahan di lokasi itu dengan segala cara. Makanan dicari seadanya.
"Kami cari kelapa, apa saja. Kami berenang sambil ikat pinggang supaya tidak hanyut,"
Artikel Terkait
Pigai Soroti Kemiskinan dan Trafficking Usai Tonton Film Pangku
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatra Tembus 836 Jiwa, Ratusan Masih Hilang
Jenazah Alvaro Cuma Dibuang, Polisi Ungkap Kekejaman Ayah Tiri
Korban Banjir Bandang Agam Capai 200 Jiwa, 26 Jenazah Masih Menunggu Identitas