Nyatanya, mengandalkan APBD saja sudah tak cukup. Tekanan untuk menyediakan pelayanan publik dan infrastruktur yang layak kian besar. Nah, skema naming rights ini diharap bisa jadi solusi. Fasilitas seperti taman, jalur pejalan kaki, hingga ruang terbuka bisa dikelola bersama swasta. Fungsinya tetap untuk masyarakat, hanya saja tampilannya mungkin lebih menarik dengan sentuhan sponsor.
Di sisi lain, Pramono melihat antusiasme yang mulai tumbuh. Beberapa pihak, katanya, sudah menunjukkan ketertarikan untuk mensponsori ruang-ruang kota yang sedang direvitalisasi. Bahkan, skema ini bisa diperluas lewat program CSR perusahaan.
Harapannya jelas. Dengan pendanaan alternatif ini, penataan kota bisa lebih cepat. Bayangkan saja, pembuatan taman-taman kecil, penghijauan di kolong jalan tol, atau peremajaan halte bus bisa berjalan tanpa harus menunggu alokasi anggaran yang rumit.
"Dengan cara-cara seperti itulah kita bangun Jakarta bersama," pungkas Pramono.
Ia meyakini, jika kolaborasi ini berjalan mulus, Jakarta bisa tampil lebih modern dan nyaman. Dan yang penting, tanpa membebani keuangan daerah secara berlebihan. Intinya, membuka ruang bagi partisipasi warga dan dunia usaha dalam membangun ibu kota.
Artikel Terkait
Titiek Soeharto Soroti Hutan Gundul di Balik Bencana Aceh dan Sumatera
Bau Misterius dan Kehancuran Menyambut Gubernur Aceh di Aceh Tamiang
Banjir Rob Rendam 16 RT di Jakarta Utara, JIS Juga Tergenang
Delapan Bulan Menanti, Kerangka di Bawah Jembatan Tenjo Teridentifikasi sebagai Alvaro