Kader Gerindra Serentak Tolak Budi Arie: Penyebab dan Dampaknya

- Selasa, 11 November 2025 | 11:25 WIB
Kader Gerindra Serentak Tolak Budi Arie: Penyebab dan Dampaknya

Gerindra Bukan Partai Karbitan

Kader Gerindra Jakarta Timur menekankan bahwa partai mereka memiliki sistem kaderisasi yang sistematis dan berjenjang dari tingkat bawah. Mereka menampik klaim dari relawan Projo yang mengaku loyal kepada Prabowo. "Yang setia mendampingi Prabowo Subianto sejak lama adalah kader-kader Gerindra. Bukan mereka yang baru muncul belakangan dan mengklaim memberikan dukungan politik," tegas pernyataan kader Jakarta Timur.

Kekhawatiran dari Daerah

DPC Gerindra Garut menyatakan penolakannya dengan alasan menjaga marwah partai yang selalu konsisten dengan proses rekrutmen berjenjang. Di Sumatera Utara, kader Gerindra mengungkapkan kekhawatiran bahwa bergabungnya pihak tertentu dapat mengurangi respek publik terhadap pemerintah dan presiden, yang pada akhirnya berdampak negatif bagi partai.

Kader Gerindra Sumatera Selatan juga menegaskan bahwa partai seharusnya diisi oleh mereka yang telah memberikan perjuangan, totalitas, dan loyalitas kepada Prabowo sejak awal, bukan oleh figur yang baru muncul belakangan namun mengklaim diri paling loyal.

Pelajaran Politik: Esensi Berpartai yang Sesungguhnya

Adi Prayitno menilai bahwa fenomena penolakan ini memberikan pelajaran politik yang penting, bahwa berpartai merupakan pilihan ideologis, bukan sekadar instrumen untuk melompat meraih kekuasaan. "Yang terpenting, jika ada orang yang hanya berniat bergabung dengan partai politik untuk mengejar jabatan dan mendapatkan kekuasaan, seharusnya orang semacam ini memang ditolak. Karena niat seperti inilah yang dapat merusak citra dan marwah partai di masa depan," tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa partai politik memiliki fungsi rekrutmen dan kaderisasi yang berjenjang dari tingkat bawah, bukan sekadar alat untuk mendapatkan kekuasaan. Berpartai adalah pilihan untuk berjuang secara ideologis dan filosofis, dekat dengan rakyat, dan berkontribusi menyelesaikan persoalan kebangsaan. "Berjuang itu harus dari awal. Menjadi kader partai itu harus melalui proses berjenjang. Menjadi loyalis tidak bisa tiba-tiba hanya main di akhir, tapi harus berproses dari awal, dari bawah," pungkas Adi Prayitno.

Fenomena penolakan massal ini menjadi peringatan keras bagi figur-figur populer yang memandang enteng proses berpartai, seakan partai hanya menjadi instrumen untuk melompat ke posisi lebih tinggi demi meraih kekuasaan dan perlindungan politik.


Halaman:

Komentar