Tuan Rondahaim Saragih Garingging Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional 2025: Sejarah & Perjuangan

- Senin, 10 November 2025 | 11:25 WIB
Tuan Rondahaim Saragih Garingging Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional 2025: Sejarah & Perjuangan

Tuan Rondahaim Saragih Garingging Diangkat sebagai Pahlawan Nasional 2025

Pemerintah Indonesia secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025. Salah satu nama yang paling mencolok dalam daftar tersebut adalah Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Raja ke-14 dari Kerajaan Raya Simalungun di Sumatera Utara.

Penetapan bersejarah ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto. Dengan pengakuan ini, Rondahaim tercatat sebagai pahlawan nasional pertama yang berasal dari etnis Simalungun, mengukuhkan dirinya sebagai simbol perlawanan dan pemersatu bangsa melawan penjajahan.

Profil dan Masa Muda Sang Raja

Tuan Rondahaim Saragih Garingging lahir pada tahun 1828 di jantung tanah Simalungun. Sebagai keturunan bangsawan Batak, takdirnya telah ditulis untuk memimpin. Ia naik takhta menjadi Raja ke-14 Kerajaan Raya Simalungun pada abad ke-19, menyandang gelar kehormatan "Namabajan" yang mencerminkan kearifannya sebagai pemimpin diplomatik dan tokoh adat yang sangat dihormati.

Sejak usia muda, Rondahaim telah menunjukkan visi kepemimpinan yang luar biasa. Ia gigih memperjuangkan persatuan di antara berbagai kerajaan Batak yang seringkali terpecah belah oleh perbedaan adat dan konflik wilayah. Kemampuannya memadukan kearifan lokal, strategi politik, dan taktik perang tradisional menjadi fondasi kokoh bagi perjuangan melawan kolonialisme Belanda.

Strategi Perlawanan "Napoleon-nya Orang Batak"

Kecerdikan Rondahaim dalam menyusun taktik gerilya membuatnya dijuluki sebagai "Napoleon-nya Orang Batak". Julukan ini diberikan karena kemampuannya yang luar biasa dalam menghadapi pasukan Belanda yang jauh lebih modern dengan peralatan yang sederhana namun didukung oleh strategi yang matang dan efektif.

Menghadapi ancaman ekspansi Belanda dan VOC yang menerapkan politik pecah belah (devide et impera), Rondahaim tidak tinggal diam. Ia memimpin perlawanan besar-besaran untuk mempertahankan kedaulatan Tanah Batak. Langkah strategisnya termasuk memobilisasi pasukan dan membangun jaringan diplomasi yang kuat dengan raja-raja di wilayah Simalungun lainnya, seperti Raja Siantar, Bandar, Sidamanik, Tanah Jawa, Pane, Raya, Purba, Silimakuta, dan Dolok Silau.


Halaman:

Komentar